Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah menyelesaikan investigasi dan mengeluarkan laporan final atas kecelakaan Kapal Motor Sinar Bangun 4 di Danau Toba pada 18 Juni 2018.
Dari kejadian tersebut data terakhir yang didapatkan KNKT, jumlah korban selamat sebanyak 21 Orang, jumlah korban ditemukan meninggal sebanyak 3 orang, jumlah korban yang belum ditemukan sebanyak 164 orang.
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengatakan berdasarkan hasil analisis terhadap data dan informasi yang didapatkan dalam proses investigasi, tenggelamnya kapal Sinar Bangun 4 diakibatkan oleh kapal mengangkut penumpang dan kendaraan melebihi kemampuan stabilitasnya. Stabilitas kapal semakin memburuk ketika kapal berlayar di perairan dengan tinggi gelombang sampai dengan 2 meter.
“Sebagian besar penumpang tidak dapat bertahan hidup dikarenakan akses keluar yang terbatas dan akses terhadap peralatan keselamatan,” kata Soerjanto dalam keterangan resmi yang diterima Alinea.id, Selasa (14/8).
Sementara, faktor yang turut berkontribusi dalam peristiwa tersebut antara lain jumlah penumpang berlebihan (sebagian penumpang berada di geladak 3) dan sepeda motor menyebabkan titik berat kapal menjadi semakin ke atas, sehingga momen penegak/pengembali semakin kecil, sehingga kondisi stabilitas kapal yang tidak baik ini menyebabkan kapal terbalik setelah terkena gelombang.
Untuk mencegah kejadian kecelakaan dengan penyebab yang sama, KNKT menyampaikan rekomendasi keselamatan yang ditujukan kepada regulator dan operator kapal-kapal penumpang tradisional di Danau Toba di antaranya mengkaji kembali berbagai peraturan yang berlaku serta memastikan aspek teknis pelayaran dipenuhi.
Berikut temuan KNKT pada kasus tenggelamnya KM Sinar Bangun:
1. Ukuran kapal tidak sesuai dengan sertifikat kapal.
2. Berdasarkan dokumen Kelaikan dan Kebangsaan, kapal bergeladak tunggal. Pada kenyataannya kapal memiliki 3 geladak.
3. Berdasarkan dokumen Pendaftaran dan Kelengkapan Angkutan Danau dan Penyeberangan (ADP), kapal digunakan sebagai kapal angkutan penumpang. Pada waktu kejadian, kapal mengangkut penumpang dan sepeda motor.
4. Berdasarkan dokumen Pendaftaran dan Kelengkapan Angkutan Danau dan Penyeberangan (ADP), kapasitas angkut penumpang sebanyak 45 orang. Berdasarkan jumlah total penumpang (selamat + meninggal + dilaporkan hilang) sejumlah 188 orang.
5. Berdasarkan dokumen Kelaikan dan Kebangsaan, jumlah awak kapal adalah 3 orang. Pada saat kejadian kapal diawaki 2 orang.
6. Berdasarkan dokumen Pendaftaran dan Kelengkapan ADP, kapal dilengkapi jaket penolong 50 buah orang dewasa (tanpa jaket penolong anak-anak dan bayi). Menurut awak kapal, kapal memiliki jaket penolong sebanyak sekitar 80 buah, namun diletakkan di lemari dan sebagian terikat di langit-langit kabin penumpang.
7. Akses darurat tidak tersedia dan jendela terhalang teralis.
8. Pada waktu kejadian penumpang tidak sempat mengenakan jaket penolong karena peristiwa terjadi begitu cepat.
9. Awak kapal penyeberangan tidak terampil melakukan evakuasi di air
10. Berdasarkan dokumen Kelaikan dan Kebangsaan, jenis kapal adalah kapal kayu. Pada kenyataannya, material kayu hanya digunakan pada konstruksi lambung, sedangkan gading, tiang, dan geladak sebagian menggunakan material baja.
11. Awak kapal tidak memperhatikan informasi cuaca sebelum keberangkatan.
12. Berdasarkan informasi penumpang dan Nakhoda di sekitar lokasi kejadian, pada saat itu terjadi angin kencang dan kondisi gelombang cukup tinggi.
13. Pada saat kejadian, 5 kapal yang bertolak dari Tomok menuju Parapat harus kembali ke Tomok karena tidak mampu melawan arus dan angin. Hal ini menunjukkan kondisi cuaca pada kejadian tersebut berbahaya untuk pelayaran.
14. Awak kapal tidak pernah membuat manifest penumpang dan barang. Kondisi ini telah terjadi selama bertahun-tahun sebelumnya.
15. Tidak ada syahbandar maupun inspektur sungai dan danau sebagai fungsi pengawas keselamatan pada saat kapal hendak berlayar. Ketidakjelasan instansi yang berwenang menerbitkan SPB, keadaan ini telah berlangsung selama bertahun-tahun, sehingga SPB tidak pernah diterbitkan.
16. Nakhoda tidak pernah membuat laporan kedatangan dan keberangkatan kapal untuk dilaporkan kepada instansi penerbit SPB.
17. Aturan kelengkapan kapal penyeberangan belum dipahami dengan baik oleh operator kapal dan instansi yang berwenang mengeluarkan sertifikat kapal. Hal ini terlihat dari tidak lengkapnya peralatan minimal maupun peralatan keselamatan kapal yang digunakan untuk mengangkut penumpang. Misalnya, jaket penolong, pintu darurat, peralatan pemadam, dll.
18. Awak kapal tidak disyaratkan untuk melakukan pelatihan menghadapi keadaan darurat.
19. Tidak ada radio komunikasi baik di atas kapal dan di pelabuhan.