close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Mahasiswa dari sejumlah elemen mahasiswa se-Jabodetabek berunjuk rasa di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/9)./ Antara Foto
icon caption
Mahasiswa dari sejumlah elemen mahasiswa se-Jabodetabek berunjuk rasa di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/9)./ Antara Foto
Nasional
Selasa, 24 September 2019 12:49

Hati-hati, ada yang manfaatkan dan susupi aksi mahasiswa

Mahasiswa diimbau melapor ke polisi jika menemukan orang tak dikenal menyusup dalam aksi yang mereka lakukan.
swipe

Mahasiswa seluruh Indonesia bergerak menentang upaya DPR RI mengesahkan sejumlah RUU bermasalah. Aksi ini juga ramai jadi perbincangan di media sosial.

Seruan Gejayan Memanggil di Yogyakarta, menjadi salah satu topik yang sempat ramai jadi perbincangan di media sosial. Melalui tanda pagar #GejayanMemanggil, Aliansi Rakyat Bergerak mengajak mahasiswa meninggalkan kelas untuk turun ke jalan memprotes rencana pengesahan RUU yang mengandung pasal bermasalah. 

Di tengah seruan aksi mahasiswa, mencuat tagar #TurunkanJokowi di lini masa Twitter. Dalam kondisi tersebut, tagar ini seolah-olah menjadi bagian dari tuntutan mahasiswa.

Namun melalui akun instagram @gejayanmemanggil, mereka menampik tagar #TurunkanJokowi berhubungan dengan aksi mahasiswa. Tidak ada kesepakatan konsolidasi dari Gejayan Memanggil terhadap agenda yang digaungkan melalui tagar #TurunkanJokowi.

"Kami menolak ditunggangi. Kami bukan FPI, HTI, PKS, ataupun oposisi," demikian pernyataan pihak Gejayan Memanggil dari akun instagram yang diakses tim Alinea.id di Jakarta, Selasa (24/9).

Pengamat media sosial dari Drone Emprit, Ismail Fahmi mengatakan, tagar #TurunkanJokowi yang muncul sejak pukul 11.00 WIB, naik pesat pada pukul 21.00 menjelang tengah malam pada 23 September. Namun kedua tagar ini tidak dicuitkan oleh kelompok yang sama. 

"Ternyata ada dua cluster besar. Tagar #TurunkanJokowi ternyata bukan bagian dari mereka yang mengangkat #GejayanMemanggil. Seperti buatan oposisi," kata Ismail. 

Ismail menyebut sejumlah akun yang paling aktif me-retweet dan me-reply seputar tagar #TurunkanJokowi di Twitter. Akun-akun yang disebut terindikasi buzzer, karena tidak memiliki informasi yang jelas. Akun @candraidw_md yang disebut Ismail sebagai top influencer #TurunkanJokowi, bahkan sudah tidak ada di Twitter.

Meski demikian, Ismail menyebut adanya relasi dari kedua tagar ini. Tagar #GejayanMemanggil mendapat dukungan dari kelompok yang menggunakan tagar #TurunkanJokowi. Namun hal sebaliknya tidak terjadi.

Hal ini juga tampak dari penelusuran tim riset Alinea.id terhadap cuitan ihwal kedua tagar dari 22 hingga 24 September 2019. Data cuitan tagar #GejayanMemanggil dalam dua hari tersebut, ditarik tim Alinea.id pada Selasa (24/9) pukul10.47 WIB. Adapun data cuitan #TurunkanJokowi diambil pada pukul 11.24 WIB.

Dari hasil penelusuran, akun @kontenislamcom yang menjadi produsen terbanyak cuitan #TurunkanJokowi, juga paling aktif mencuitkan soal #GejayanMemanggil. Akun tersebut mengunggah 53 cuitan dengan tagar #TurunkanJokowi, dan 65 cuitan tentang #GejayanMemanggil. 

Selain itu, akun lain yang melakukan hal yang sama adalah akun @demokrasicoid. Akun tersebut mencuitkan 35 cuitan ihwal #GejayanMemanggil, dan 16 cuitan soal #TurunkanJokowi.

Ismail menilai wajar kemunculan #TurunkanJokowi di tengah gerakan mahasiswa di media sosial. Menurutnya, pihak-pihak yang berniat menyusupi dan menunggangi gerakan mahasiswa berpotensi muncul tidak hanya di media sosial, tapi juga di lapangan. 

"Gerakan mahasiswa seperti ini bakal mudah disusupi. Narasi baru di luar tuntutan mahasiswa bisa muncul baik di media sosial, atau saat orasi di lapangan. Mahasiswa perlu waspada, cerdas, dan tetap damai," katanya. 

Hal yang sama diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo. Dedi pun meminta para mahasiswa waspada dan memperhatikan kondisi di sekitarnya, karena aksi tersebut rawan disusupi pihak yang memiliki maksud di luar tuntutan mahasiswa. 

“Demo tersebut rawan disusupi pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan kerumunan. Pada akhirnya menimbulkan korban," ujar Dedi di Humas Polri, Selasa (24/9).

Dedi mengimbau para mahasiswa berhati-hati terhadap orang tak dikenal yang ikut dalam aksi. Ia pun meminta para mahasiswa melakukan unjuk rasa dengan menaati UU nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Penyampaian aspirasi diperbolehkan, namun tanpa ada anarkisme.

"Jika melihat adanya orang tidak dikenal, bukan dari rombongannya tapi ada di kerumunan, segera laporkan ke polisi," kata Dedi.

Hari ini, aksi mahasiswa berlanjut di gedung-gedung DPR di berbagai daerah. Di Jakarta, aksi di depan Gedung DPR RI diikuti mahasiswa dari perguruan tinggi berbagai daerah di Indonesia. 

Aksi dilakukan untuk menolak pengesahan UU KPK pada 17 September 2019, yang dinilai melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi dan menguntungkan koruptor. Penolakan juga diserukan pada upaya pengesahan sejumlah UU bermasalah seperti RUU KUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, serta RUU Pertanahan. 

Selain itu, aksi massa dilakukan agar DPR mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dan RUU Masyarakat Adat.

img
Gema Trisna Yudha
Reporter
img
Ayu mumpuni
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan