close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi korupsi. Alinea.id/Dwi Setiawan
icon caption
Ilustrasi korupsi. Alinea.id/Dwi Setiawan
Nasional
Minggu, 25 Desember 2022 09:39

Hibah pokmas APBD Jatim kerap dikorupsi, apa faktornya?

Madura dinilai menjadi wilayah tempat pencucian dana hibah lantaran besarnya anggaran yang dikucurkan tidak dirasakan manfaatnya.
swipe

Hibah kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Jawa Timur (Jatim) kembali menjadi bancakan. Setelah praktik lancung di Kota Pasuruan dibongkar polres setempat, giliran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengusut kasus ini di Sumenep bahkan melibatkan Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak.

Koordinator Gerakan Selamatkan Jawa Timur (GAS Jatim), Ahmad Annur, mengungkapkan, dana hibah kerap menjadi sasaran karena sedikitnya ada 4 faktor yang memicunya. Pertama, pembiaran oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov Jatim).

"Terbukti pada tahun 2019, Sekda Jawa Timur mengeluarkan larangan untuk melakukan monitoring dan evaluasi (monev) realisasi dana hibah ke lapangan," katanya saat dihubungi, Sabtu (24/12).

Kedua, umumnya hibah diberikan secara langsung bukan kontraktual sehingga rawan diperjualbelikan. Lalu, besarnya anggaran yang dialokasikan setiap tahunnya.

"Besarnya dana hibah di Jawa Timur ini juga menarik perhatian semua golongan untuk mendapatkan akses dana hibah. Akhirnya, karena banyaknya permintaan dana hibah ke Jawa Timur, kemudian dana hibah diperjualbelikan seperti yang terjadi saat ini," tuturnya.

Terakhir, minimnya kontrol aparat penegak hukum (APH) terhadap realisasi dana hibah. Bahkan, APH justru menjadi salah satu penerima hibah, seperti Polda Jatim.

"Aparat penegak hukum di Jawa Timur 'mandul' ketika bicara pengawasan dana hibah sebab mereka jadi penikmat. Bahkan, ketika ada laporan masyarakat, aparat penegak hukum di Jawa Timur enggan menindaklanjuti," ungkapnya.

Lebih jauh, Annur mengakui, Madura menjadi wilayah yang paling banyak menerima dana hibah pokmas dari APBD Jatim. Namun, tidak terasa manfaatnya.

"Iya, benar sekali. Rakyat Madura tidak merasakan efek dari banyaknya dana hibah ke Madura," ucapnya.

"Kami menilai, Madura hanya dijadikan tempat pencucian dana hibah Pemprov Jatim, baik yang dibawa Gubernur maupun DPRD. Buktinya, Sahat ini dapil Pacitan, tapi bisa bawa hibah ke Madura sampai Rp40 miliar," imbuhnya.

Untuk meminimalisasi potensi penyimpangan hibah ini, Annur mendorong pengawasan dari sejak perencanaan hingga pelaksanaan oleh APH maupun publik. Dirinya juga menyarankan APH membentuk satuan tugas (satgas) khusus.

"Ini sangat perlu karena dana hibah Jatim terus naik dari tahun ke tahun. Jadi, mesti banyak diawasi," ujarnya.

Annur pun mendesak Pemprov Jatim membuktikan komitmen mengedepankan transparansi. Sebab, baginya, jargon cepat, efektif dan efisien, tanggap, dan responsif (Cetar) dinilai hanya pepesan kosong. "Artinya, enggak ada transparansi urusan penerima dana hibah ini."

"Dan wajib hukumnya Pemprov Jatim melakukan evaluasi penyaluran dana hibah ini biar tidak terulang kembali. Saya menilai, ada pembiaran memang. Giliran sekarang Bu Gubernur merasa bersih dan cari aman, sedangkan realisasi hibah dibiarkan," tandasnya.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan