Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) menyebut, usulan pembubaran MPR dari bekas rekan partainya Fahri Hamzah, tidak konstitusional. HNW menilai, logika berpikir Fahri lompat, sebab yang seharusnya diusulkan ialah amandemen UUD 1945, bukan pembubaran MPR.
"Usulan perubahan terhadap UUD untuk merubah materi terkait MPR. Logikanya jangan lompat," kata HNW saat dihubungi Alinea.id, Jumat (21/1).
HNW menegaskan, secara konstitusional, MPR memiliki tugas dan wewenang yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Meskipun terbatas, namun peran MPR sangatlah vital.
Sesuai UUD 1945, kata HNW, MPR berwenang untuk mengubah dan menetapkan undang-undang dasar; melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR; melantik wakil presiden menjadi presiden apabila presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya; dan sebagainya.
Selain itu, MPR juga bertugas untuk menyerap aspirasi aspirasi masyarakat, daerah, dan lembaga negara berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Hal ini diatur dalam Pasal 6 ayat D Tata Tertib MPR RI, MPR RI.
Politikus PKS ini pun menyatakan tidak sepakat apabila MPR dinilai Fahri tidak memiliki kesibukan yang berarti. Sebelumnya, Fahri berseloroh, dari beberapa pimpinan MPR, hanya Bamsoet yang memiliki kesibukan, itu pun hanya mengurus motor.
"Tidak benar kalau MPR seolah tidak kerja. Yang jelas, MPR punya kerja. Soal banyak atau sedikit, ditentukan UUD. MPR bukan lembaga jalanan. Dia punya wewenang yang ditentukan UUD," katanya.
Menurut HNW, kondisi MPR saat ini juga tak lepas dari peran Fahri Hamzah saat menjabat sebagai anggota DPR. Bahkan jauh sebelumnya, Fahri juga berperan dalam amandemen UUD 1945 pada era Reformasi. Saat itu, sebut HNW, Fahri Hamzah menjadi tenaga ahli dari Fraksi Reformasi yang dikomandani oleh Amien Rais.
Sementara, kata HNW, usulan membubarkan MPR juga tidak muncul saat Fahri berada di senayan selama beberapa periode.
"MPR yang sekarang kan akibat amandemen UUD 45. Pak Fahri adalah tenaga ahli Fraksi Reformasi. Ketuanya Pak Amien Rais. Seharusnya, kalau (Fahri Hamzah) visioner waktu itu. Dan juga saat dia jadi DPR dan Wakil Ketua DPR. Padahal MPR sekarang ini sama saja dengan periode dia. Kok dulu gak usul seperti itu," ungkap HNW.
HNW pun mengatakan, biarlah masyarakat yang menilai usulan Fahri tersebut, apakah demi menaikan pamor partai barunya, Gelora. Tentu saja, sebagai catatan kritis, HWN berpendapat, kondisi MPR saat ini tak lepas dari peran fahri. Baik semenjak menjadi tenaga ahli Fraksi Reformasi hingga bersemayam di Senayan selama beberapa periode.
"Publik yang menilai dan paham aturan dan sejarah konstitusi. MPR saat ini karena beliau tenaga ahli juga dari Fraksi Reformasi," pungkasnya.
Sebelumnya, politikus Partai Gelora Fahri Hamzah mengusulkan agar MPR dibubarkan. Mantan Wakil Ketua DPR itu mengaku, sempat menyampaikan kepada Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) akan menjadi ketua terakhir. Fahri juga mengaku resah dengan penamaan MPR. Sebab, nomenklatur itu, kata dia, mestinya melekat pada kawasan Senayan sebagai majelis anggota dewan.