Pemerintah Kota Depok, Jawa Barat, melarang penayangan film Kucumbu Tubuh Indahku di seluruh bioskop di wilayah tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari timbulnya dampak penyimpangan seksual pada warga Depok.
Pemkot Depok telah menyampaikan surat pada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), untuk melarang penayangan film tersebut di wilayah Depok. Surat tersebut teregistrasi dengan nomor 460/185-Huk/DPAPMK tertanggal 24 April 2019.
"Film tersebut diduga memiliki konten negatif yang dapat mempengaruhi generasi muda," kata Wali Kota Depok Mohammad Idris di Depok, Kamis (25/4).
Dalam surat tersebut disampaikan bahwa larangan penayangan film yang disutradarai oleh Garin Nugroho, dilakukan guna menjaga dan memelihara masyarakat dari dampak yang mungkin timbul, atas perilaku dalam film yang dianggap menampilkan penyimpangan seksual.
Selain itu, juga dilakukan untuk penguatan ketahanan keluarga terhadap perilaku penyimpangan seksual beserta dampaknya.
Mohammad Idris menjelaskan, ada tiga alasan utama atas kebijakan yang dikeluarkannya.
Pertama, film tersebut dianggap menimbulkan keresahan di masyarakat karena adanya adegan penyimpangan seksual. Masyarakat, terutama generasi muda, dikhawatirkan mengikuti dan membenarkan perilaku penyimpang seksual.
Kedua bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Ketiga, film dianggap dapat menggiring opini masyarakat terutama generasi muda, sehingga menganggap perilaku penyimpangan seksual merupakan perbuatan yang biasa dan dapat diterima.
Film Kucumbu Tubuh Indahku, bercerita tentang kehidupan seorang penari Lengger Lanang bernama Juno. Setelah ayahnya meninggal, Juno menjadi penari Lengger Lanang dan menghayati kehidupannya sebagai penari Lengger Lanang.
Tari Lengger Lanang merupakan salah satu budaya asli Indonesia yang berasal dari Banyumas. Sebagaimana namanya, Lengger Lanang hanya dilakukan oleh laki-laki. Lanang adalah laki-laki dalam bahas jawa.
Hanya saja, para penari Lengger Lanang harus berpakaian dan berdandan sebagai perempuan. Di masa modern, tarian ini dinilai identik dengan transgender karena para penarinya kerap kali bergerak dan berpenampilan perempuan bahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Terlepas dari kontroversinya, film ini meraih penghargaan Unesco Award dari Asia Pacific Screen Awards 2018, penghargaan Premio Maguey dari Guadalajara International Film Festival 2018, serta menjadi nominasi dalam Venice Film Festival 2018. (Ant)