Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo) Widodo Muktiyo mengatakan, hoaks yang beredar selama pandemi coronavirus baru (Covid-19) sudah mencapai 686 informasi.
Dia menegaskan hal itu tak serta merta membuat masyarakat mengonsumsi hoaks. Namun adanya fakta terdapat oknum yang memproduksi informasi tidak benar, berpotensi membuat gaduh.
Widodo menyebut, terdapat tiga level sumber beredarnya hoaks di masyarakat. Pertama, melalui internet. Kedua, lewat sosial media, seperti Instagram, Twitter, dan Facebook. Ketiga, melalui Whatsapp Group.
“Paling bahaya yang tertutup seperti WA grup. Ini menjadi tantangan. Masyarakat jangan sampai menelan informasi yang menyebabkan persepsi keliru,” ucapnya, dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (13/5).
Lebih jauh, ia mengimbau agar masyarakat menghadapi gejolak masalah di tengah pandemi Covid-19 dengan optimis, tanpa menyalahkan pemerintah. Kuncinya, membangun disiplin dan bergotong royong, di antaranya tidak mudik pada lebaran tahun ini.
“Kalau pulang ke daerah masing-masing, menjadi risiko laten. Mari membangun narasi tunggal melawan Covid-19,” ujar Widodo.
Menurut Widodo, mengelola komunikasi publik selama pandemi Covid-19 bukanlah perkara mudah. Pasalnya, harus memberikan pemahaman kepada masyarakat agar lebih tahu bagaimana menangani permasalahan.
Faktor geografi Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan beragam kebudayaan menjadi kendala lainnya. “Ada yang di kota. Ada yang di pelosok sampai di daerah terpencil,” ucapnya.
Kondisi geografis Indonesia dan beragam kebudayaannya memengaruhi penyampaian dan penerimaan informasi. Sehingga bisa melahirkan berbagai bentuk respons. Dari belum tahu, tidak percaya, panik, hingga stres. Padahal hal itu harus dihindari karena bisa menurunkan imunitas.
“Paniknya tidak hanya ada di dalam diri kita, tetapi sampai pada perilaku ekonomi. Misalkan saja panic buying dengan membeli macam-macam itu,” tutur Widodo.