Polri memastikan buron tersangka kasus tindak pidana pencucian uang kondensat, Honggo Wendratmo, telah memiliki izin tinggal menetap di salah satu negara. Namun, penyidik Bareskrim Polri atau Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum dapat memastikan keberadaannya.
"Info terakhir dia sudah permanent resident di salah satu negara," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Daniel Tahi Monang di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/2).
Penyidik terus melakukan pengejaran dan informasi terakhir yang didapatkan masih sama, yakni berada di Singapura.
Penyidik juga melakukan upaya pemulihan kerugian negara atas aset yang telah disita. Pasalnya, dari aset kilang minyak di Tuban yang disita, nilainya terus bertambah.
Kilang minyak itu masih melakukan proses produksi meski telah disita. Dari hasil keuntungan kilang itu, kemudian kerugian negara senilai Rp36 triliun akan dipulihkan.
"Angka keuntungannya terus bertambah. Hitungan terakhir Rp58 miliar," ucapnya.
Perkara ini bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap PT Trans Pasific Petrocemical Indotama (TPPI) pada Oktober 2008 terkait dengan penjualan kondensat dalam kurun waktu 2009-2010. Perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga tersebut dilakukan pada Maret 2009.
Penunjukan langsung ini menyalahi Peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menaksir kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai Rp36 triliun. Dalam kasus ini juga telah ditetapkan dua tersangka lainnya, yaitu mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono dan mantan Kepala BP Migas Raden Priyono.
Penyidik kemudian melakukan pelimpahan tahap dua berupa barang bukti dan tersangka ke JPU. Sidang akan dilakukan secara in absentia karena Honggo belum tertangkap.