Setelah hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menolak tuntutannya, Hizbut Tahir Indonesia (HTI) masih terus berupaya untuk melakukan perlawanan atas putusan tersebut. Terbukti dengan beberapa tagar di media soasial seperti #HTILayakMenang, #DukungHTIUntukIslam, #DukungHTIUntukUmat, #DukungHTIUntukDakwahdanKhilafah ramai muncul.
Meski sudah mendapat putusan, kader HTI pun dinilai tidak mudah melunak. Bahkan ideologi yang dimiliki para kadernya terkesan tetap menguat.
HTI memang berupaya berlindung dari Pasal 28 UUD 1945 tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul. Namun, usaha untuk menjadikan regulasi tersebut sebagai tameng malah memberikan kesan kegamangan bagi HTI sendiri.
Pasalnya HTI menilai sistem pemerintahan di Indonesia sifatnya thogut. Tetapi di sisi lain, HTI menggunakannya untuk kepentingannya.
Direktur Ekskutif The Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo mengimbau agar HTI jangan hanya menggunakan pasal tentang kebebasan berserikat sebagai tameng untuk melindungi kepentingannya. Jika melihat dari segi hukum, HTI dinilai Karyono terbukti melakukan perubahan pada dasar negara dan sistem pemerintahan.
Dalam peraturan perundang-undangan pun Organisasi Masyarakat atau ormas dapat dibubarkan apabila berupaya untuk mengganti dasar negara Pancasila. Apalagi, putusan PTUN semakin menguatkan Surat Keputusan Menkumham Nomor AHU- 30.AH.01.08 Tahun 2017 tentang Pencabutan Status Badan Hukum HTI. Dengan demikian, HTI sebagai ormas secara sah telah dibubarkan.
“Terkait dengan putusan PTUN yang menolak gugatan HTI, maka setiap warga negara harus menerima dan menghormati putusan tersebut,” kata Karyono.