Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan keberadaan 11 pengadaan barang dan jasa dengan mekanisme pengadaan langsung di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mendapat gelontoran anggaran melebihi dari yang diatur.
Peneliti ICW Siti Juliantari menerangkan, pihaknya menemukan kelebihan gelontoran anggaran pada 11 dari 74 pengadaan yang tercantum dalam rencana umum pengadaan (RUP) Kemenkes.
"Ada 74 data yang melalui pengadaan langsung. Dari 74 ini ternyata saat dicek besaran anggaran yang dialokasikan, 11 di antaranya melebihi Rp200 juta. Bahkan ada yang mencapai Rp6 miliar menggunakan metode pengadaan langsung," ujar Tari, dalam diskusi bertajuk 'Potensi Korupsi Alat Kesehatan di Kondisi Pandemi,' yang disiarkan melalui akun Fcebook ICW, Rabu (12/8).
Diketahui, aturan besaran anggaran dengan mekanisme langsung telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam regulasi itu, disebutkan besaran anggaran pada tiga jenis pengadaan yang dilakukan dengan mekanisme langsung.
Pertama, jasa konsultasi yang mendapat gelontoran anggaran maksimal sebesar Rp100 juta. Kedua, barang atau jasa lainnya yang mendapat anggaran sebesar Rp50 juta hingga Rp200 juta. Terakhir, pekerjaan konstruksi yang mendapat anggaran maksimal Rp200 juta.
Dia mencontohkan, salah satu pengadaan langsung yang mendapat anggaran lebih, yakni pada satuan kerja Rumah Sakit Umum Sanglah, Denpasar, Bali. Adapun nilai pengadaan tersebut yang tertera dalam sistem RUP Kemenkes mencapai Rp1,3 miliar.
"Ini sebenarnya dipertanyakan juga. Kok anggaranya Rp1,3 miliar. Kok modelnya pakai pengadaan langsung," terang Tari.
Baginya, jika pengadaan tersebut bersifat darurat, maka memakai mekanisme darurat maupun sistem tender cepat atau e-purchasing. "Kenapa pengadaan langsung?" tanya dia.
Data tersebut ditemukan ICW dari hasil penyisiran hingga 20 Juli 2020. Tari mengaku, pihaknya belum memastikan kembali terkait pembaruan data tersebut hingga kini.
"Saya belum cek lagi, apakah dari 11 paket tadi sudah ada yg diperbahurui oleh Kemkes. Kalau mau dilihat, bisa cek sendiri di sirup.lkpp.go.id," terang dia.
Pada kesempatan yang sama, peneliti ICW Egi Primayoga meminta pemerintah terbuka ihwal anggaran penanganan Covid-19. Ketiadaan transparansi akan membuka lebar celah praktik korupsi.
"Tanpa adanya transparansi celah korupsi akan terbuka lebar. Kedua, transparansi akan mendorong partisipasi warga untuk awasi kebijakan publik," terang Egi.