close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhan. Foto: Istimewa
icon caption
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhan. Foto: Istimewa
Nasional
Selasa, 01 Maret 2022 14:27

ICW desak Propam Polri periksa penyidik Polres Cirebon

Penetapan status tersangka terhadap Nurhayati tidak didasarkan bukti permulaan yang cukup.
swipe

Indonesian Corruption Watch (ICW) mendesak Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri segera memanggil dan memeriksa penyidik Polres Cirebon yang menetapkan tersangka Nurhayati. ICW menyebut para penyidik berpotensi melanggar kode etik Polri.

Hal itu diungkap ICW merespons pernyataan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol. Agus Andrianto dan Menteri Bidang Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.

Baik Agus dan Mahfud menyebutkan penetapan status tersangka terhadap Nurhayati tidak didasarkan bukti permulaan yang cukup. Polri dan Kejaksaan akan segera menghentikan penyidikannya.
 
"Sejak awal masyarakat sudah menduga adanya kejanggalan di balik penetapan tersangka yang dilakukan oleh Polres Cirebon," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Alinea.id, Selasa (1/3). 

Menurut Kurnia, berdasarkan pengakuan ketua badan permusyawaratan Desa Citemu, terbongkarnya perkara korupsi yang menyeret kepala desa di wilayah tersebut justru didapatkan berkat informasi dari Nurhayati. "Sehingga, dengan logika sederhana, bagaimana mungkin Nurhayati yang memberikan informasi, justru dirinya ditetapkan sebagai tersangka," katanya.

Dia menerangkan, langkah hukum Polres Cirebon yang terkesan dipaksakan ini menimbulkan sejumlah persoalan serius. Pertama, nama baik Nurhayati telah tercemar akibat status tersangka yang disematkan Polres Cirebon. Kedua, penetapan tersangka kepada pihak yang diduga memberikan informasi berpotensi besar menyurutkan langkah masyarakat untuk berkontribusi dalam isu pemberantasan korupsi. 

"Permasalahan ini semestinya tidak terjadi jika saja Polres Cirebon bertindak profesional, setidaknya memahami perbedaan perbuatan pidana dan administratif serta ketentuan alasan pembenar dalam hukum pidana yang disebutkan Pasal 51 KUHP," ungkap Kurnia.

Dia menegaskan, Pasal 41 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah menjamin adanya peran serta masyarakat, salah satunya terkait hak memberikan informasi dugaan korupsi kepada aparat penegak hukum dan mendapatkan perlindungan hukum. 

Oleh karena itu, kata dia, sejak awal ICW menyerukan dua hal, yakni, desakan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk segera memberikan perlindungan hukum kepada Nurhayati dan permintaan supervisi dari KPK terhadap kinerja Polres dan Kejari Cirebon.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah mengatakan, sebelum perkara dihentikan, pihaknya terlebih dahulu meminta penyidik Polres Cirebon untuk menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum (JPU) atau tahap II.

"Karena perkara sudah P-21, maka kami minta penyidik tahap II dan kami akan SKP2," ujar Febrie, Selasa (1/3).
 

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan