Indonesia Corruption Watch atau ICW mendorong Pimpinan dan Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memenuhi panggilan kedua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Selasa (15/6). Mereka akan dimintai keterangan mengenai aduan dugaan pelanggaran HAM dalam tes wawasan kebangsaan atau TWK.
"Kami mendorong agar esok hari pada panggilan kedua pimpinan KPK berani untuk mendatangi Komnas HAM guna mengklarifikasi isu yang selama ini menjadi konsumsi publik di seluruh Indonesia," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana usai pertemuan di Komnas HAM, Jakarta, Senin (14/6).
Lebih lanjut, Kurnia turut menyinggung pernyataan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron setelah memenuhi undangan Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Kamis (10/6). Diketahui, ORI menerima juga laporan dugaan malaadministrasi TWK alih status aparatur sipil negara atau ASN pegawai KPK.
Usai pertemuan, Ghufron mengatakan, pihaknya tidak memenuhi panggilan Komnas HAM karena ingin dijelaskan dulu soal dugaan pelanggaran HAM apa dalam TWK. Menurutnya, penjelasan itu bagian dari jaminan kepastian hukum.
Lantas, dia membandingkan dengan cara kerja komisi antirasuah saat memanggil orang dalam kasus korupsi. "Kalau tidak ada title-nya, mohon maaf, KPK selalu mengundang, meminta keterangan kepada para pihak itu selalu jelas. Misalnya, si X diminta untuk diambil keterangannya dalam dugaan korupsi pasal berapa," ucap Ghufron.
Atas argumentasi tersebut, Kurnia berpandangan itu tidak tepat disampaikan dan terkesan tidak menghargai etika bernegara. "Karena kita tahu Komnas HAM adalah lembaga negara juga. Jadi harusnya apa yang disampaikan oleh Bapak Nurul Ghufron tidak seperti itu ya," katanya.
Sebelumnya, Komnas HAM melayangkan surat panggilan kedua ke Pimpinan dan Sekretaris Jenderal KPK, Rabu (9/6). Ketua Firli Bahuri dan kawan-kawannya diminta datang untuk memberikan keterangan dan klarifikasi soal aduan TWK pada Selasa (15/6).
"Jadi jadwalnya Selasa minggu depan. Kami umumkan waktunya biar agendanya bisa diatur sedemikian rupa, bisa ketemu, bisa mendalami dan sebagainya," kata Komisioner Komnas HAM, M. Choirul Anam, saat jumpa pers di Jakarta.
Menurut Anam, pemanggilan harus dimaknai sebagai forum kesempatan dan hak untuk semua pihak agar bisa memberikan keterangan. Oleh karena itu, Komnas HAM berharap pimpinan lembaga antirasuah bisa hadir.
"Ada pertanyaan penting, ada pertanyaan konfirmasi cuma sekadar betul enggak ada dokumen ini, dokumen itu, kenapa dokumen ini harus ada dan sebagainya," ucapnya.