Indonesia Corruption Watch (ICW) menyarankan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan perkara alih-alih mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3. Hal itu bisa dilakukan apabila bukti dalam kasus tidak cukup.
"KPK dapat melimpahkan perkara yang dinilai tidak memenuhi klausula 'bukti permulaan yang cukup' ke penegak hukum lain, baik kepolisian maupun Kejaksaan Agung," demikian kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana secara tertulis, Kamis (4/3).
Kurnia menjelaskan, ketika proses pelimpahan rampung, penegak hukum lain yang mengeluarkan SP3, bukan lembaga antirasuah. Berikutnya, kata dia, KPK bisa menghentikan penanganan perkara di tingkat penyelidikan.
"Sebab, definisi penyelidikan di Undang-Undang (UU) KPK memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan KUHAP. Dalam UU KPK, penyelidikan sudah berbicara mengenai pencarian bukti permulaan yang cukup, sedangkan KUHAP tidak seperti itu," jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, ada kemungkinan pihaknya mengeluarkan SP3 di tahun ini. Menurutnya, komisi antikorupsi masih melakukan pemetaan terhadap kasus-kasus yang penetapan tersangkanya dilakukan sejak lama.
"Kemungkinan ada, karena setelah kami petakan ada beberapa case, yang masih ingat, ketika ditetapkan tersangka di tahun 2016 sampai sekarang belum naik juga," ujarnya.
Alex menyampaikan, SP3 bisa dikeluarkan sebagaimana UU KPK hasil revisi. Dalam beleid itu, opsi SP3 terbit apabila penetapan tersangka sudah lebih dari dua tahun, tapi kasusnya belum juga disidangkan. Di sisi lain, sebelum penghentian penyidikan, KPK juga bakal minta pendapat ahli hukum.