Indonesia Corruption Watch (ICW) sangsi dengan komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam penanganan tindak pidana korupsi (tipikor) guna mengerek Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Sebab, tecermin dari upaya penindakan yang dilakukan di bawah kepemimpinannya.
"Rasanya publik dapat menilai bahwa uraian kalimat Presiden Jokowi menanggapi IPK tersebut tak lebih dari sekadar omong kosong. Sebab, pelemahan agenda pemberantasan korupsi memang terjadi di masa pemerintahan Presiden Jokowi," ucap anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Diky Anandya, kepada Alinea.id, Sabtu (4/3).
"Termasuk jika rujukannya adalah IPK, nyatanya IPK tahun 2022 nilainya sama dengan tahun 2014, di mana Pak Jokowi baru dilantik sebagi Presiden," sambungnya.
Berdasarkan laporan Transparency International, IPK Indonesia pada 2022 sebesar 34 poin dalam skala 0-100. Imbasnya, turun tajam ke peringkat 110 dunia dari tahun sebelumnya di urutan ke-96.
Menurunnya IPK Indonesia menunjukkan persepsi publik terhadap korupsi pada jabatan publik dan politis di Tanah Air memburuk. Poin yang dikumpulkan seperti rapor tahun 2014.
IPK ini disusun Transparency International dengan melibatkan 180. Skor 0 artinya banyak praktik korupsi di suatu negara, sedangkan skor 100 menunjukkan negara itu bersih dari korupsi.
Presiden Jokowi pun bersikap. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini berjanji kajian Transparency International itu menjadi koreksi dan evaluasi bahkan memerintahkan aparat penegak hukum terus memproses pidana tanpa pandang bulu.
Diky melanjutkan, penanganan kasus tipikor oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menurun bahkan lebih rendah dibandingkan kejaksaan dan kepolisian sejak 2019. Tepatnya, ketika revisi UU (Undang-Undang) KPK dan komisioner saat ini lebih menonjolkan sensasi daripada prestasi.
Dalam laporan tahunan ICW 2022, KPK hanya menangani 36 kasus tipikor yang merugikan negara Rp2,2 triliun dengan 150 tersangka pada tahun lalu. Jumlah ini berbeda signifikan dengan kejaksaan dan kepolisian.
Kejaksaan menangani 405 kasus dengan 909 tersangka dan merugikan negara Rp39 triliun. Adapun kepolisian menangani 138 kasus tipikor dengan 307 tersangka dan kerugian negara Rp1,3 triliun.
"Melihat tren penuruan kinerja yang konsisten ini, rasanya sulit bagi publik untuk meletakkan harapan tinggi kepada kinerja KPK lagi," ujarnya.
"Sejauh ini, kami tidak melihat adanya komitmen yang ditunjukkan untuk memperbaiki itu dari komisioner. Jadi, penurunan [kinerja KPK] diprediksi tetap akan terjadi pada tahun berikutnya dan bukan tidak mungkin IPK juga akan terus merosot," tutup Diky.