Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, bekas calon legislatif (caleg) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Harun Masiku, menjadi aktor kunci untuk membuka "kotak pandora" dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024.
"Harun Masiku menjadi aktor kunci untuk membuka 'kotak pandora' dalam perkara suap pergantian waktu anggota yang juga melibatkan Komisioner KPU (Komisi Pemilihan Umum)," ucap peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, melalui keterangannya di Jakarta, Kamis (28/5).
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT), Januari 2020. Bekas Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, terjerat dalam perkara tersebut. Kini berstatus terdakwa.
Sedangkan Harun Masiku, masih berstatus tersangka. Pangkalnya, masih buron sejak masuk daftar pencarian orang (DPO) per 17 Januari.
Jika Harun tertangkap, Kurnia berkeyakinan, setidaknya dapat menjawab dua pertanyaan penting terkait perkara suap itu. Pertama, apakah ada aktor dari petinggi partai yang terlibat.
"Kedua, apakah uang yang diberikan ke Komisioner KPU murni uang pribadi atau ada sponsor berasal dari organisasi tertentu?" sambung dia.
Masih buronnya Harun hingga kini, menurutnya, bukti ketidakseriusan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dirinya menduga, pimpinan lembaga antirasuah takut meringkus yang bersangkutan sejak awal.
Selain Harun dan Wahyu, KPK menetapkan dua orang lain sebagai tersangka. Bekas Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina dan kader PDIP, Saeful Bahri.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah memvonis Saeful 20 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan, 28 Mei. Dia terbukti ikut menyuap Wahyu Rp600 juta.
Sedangkan persidangan Wahyu dan Agustiani masih tahap pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, hari ini. Dalam dakwaannya, keduanya menerima uang S$19.000 dan S$38.350 atau setara Rp600 juta secara bertahap dari Saeful dan Harun. (Ant)