close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Penangkapan boron pelaku pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa/Foto Humas Kemenkumham.
icon caption
Penangkapan boron pelaku pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa/Foto Humas Kemenkumham.
Nasional
Sabtu, 11 Juli 2020 20:00

ICW sebut masih ada 40 buron, termasuk Harun Masiku dan Djoko Tjandra

KemenkumHAM diminta aktif melacak keberadaan buronan kasus korupsi.
swipe

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Menteri Hukum dan HAM Yassona H Laoly untuk menangkap buronan kasus dugaan korupsi lain menyusul ditangkapnya Maria Pauline Lumowa, tersangka kasus dugaan pembobolan Bank BNI.

"KemenkumHAM harus meningkatkan kinerja untuk ungkap buronan korupsi lainnya," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Sabtu (11/7).

Berdasarkan catatan ICW dalam kurun waktu dua puluh tahun terakhir, setidaknya terdapat 40 buronan yang belum berhasil ditangkap oleh penegak hukum. Sebagian besar, buronan tersebut diketahui berada di luar negeri.

"Untuk itu, KemenkumHAM mesti aktif dalam melacak keberadaan buronan-buronan tersebut sembari mengupayakan jalur formal melalui mutual legal assistance atau pun perjanjian ekstradisi antar negara," tegas Kurnia.

Namun, dia menyarankan, pendekatan non formal juga harus ditempuh dengan tetap memperhatikan hubungan baik antar negara.

Kurnia meminta Yassona tidak larut dalam glorifikasi atas keberhasilan mengekstradisi tersangka Maria Pauline Lumowa. Sebab, penegakan hukum terkait dengan otoritas Imigrasi dinilai banyak persoalan. 

Misalnya, lanjut dia, ketika lolosnya Harun Masiku, buronan kasus suap pergantian anggota DPR RI melalui mekanisme PAW yang bertolak ke Singapura dan kembali ke Jakarta.

"Selain itu, masyarakat juga dihebohkan dengan kehadiran buronan Djoko Tjandra di Indonesia. Dalam beberapa kesempatan, yang bersangkutan bahkan diketahui bebas berkeliaran di Jakarta untuk membuat kartu tanda penduduk dan mendaftarkan upaya hukum peninjauan kembali," ucap dia.

Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.

Pada medio Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai US$136 juta dan 56 juta Euro, setara dengan Rp1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari orang dalam, karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.

Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.

Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.

Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009, dan sering bolak-balik ke Singapura.

Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.

Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda, dan malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.

Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia, di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019. 

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan