Sejak 2017, Indonesia Corruption Watch (ICW) memantau efektivitas pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Berdasarkan pemantauan di 15 daerah, dari Aceh hingga Nusa Tenggara Barat, ICW menemukan 49 potensi penipuan (fraud) terkait BPJS Kesehatan.
"Temuan penipuan itu terjadi di tingkat peserta, puskesmas, dan tingkat rumah sakit," ujar peneliti Dewi Anggraeni dalam diskusi "BPJS Salah Kelola, Pelayanan Publik Disandera" di Cikini, Jakarta, Minggu (13/10).
Dewi melanjutkan, penipuan di tingkat peserta adalah manipulasi penggunaan Kartu Indonesia Sehat (KIS) oleh mereka yang bukan pemilik kartu. "Hal ini terjadi karena pasien merupakan pasien miskin dan tidak terdaftar sebagai peserta," jelas dia.
Di tingkat puskesmas, modus penipuan yang marak terjadi ialah rujukan 'kilat' pasien puskesmas ke rumah sakit. Menurut Dewi, puskesmas kerap segera merujuk para pasien ke rumah sakit supaya dana kapitalisasi dari BPJS Kesehatan tidak berkurang secara signifikan.
Di tingkat rumah sakit, modus penipuan yang marak terjadi dalam hal penggunaan obat, alat kesehatan, dan tindakan medis. "Alat kesehatan dan obat tidak digunakan secara optimal dalam pengobatan pasien, tetapi tetap ditagihkan dalam klaim rumah sakit," ujar Dewi.
Dia menjelaskan, sejumlah faktor yang menyebabkan penipuan seperti itu terjadi. Faktor paling utama ialah pendataan yang tidak valid dan akurat terhadap peserta BPJS Kesehatan.
"Masalah ini sudah kami sampaikan ke Kementerian Kesehatan RI dan BPJS. Kami meminta agar mereka lebih transparan dan mereka menyanggupi. Tetapi, sampai sekarang belum ada tindak lanjut," kata dia.