Mantan Menteri Sosial Republik Indonesia Idrus Marham kembali menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia akan dimintai keterangan terkait suap proyek kesepakatan kerja sama PLTU Riau-1.
Idrus telah berstatus terpidana dalam perkara ini. Dia divonis oleh majelis hakim selama 3 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider dua bulan kurungan. Kali ini KPK memeriksa Idrus dalam kapasitasnya sebagai saksi.
"Idrus Marham diperiksa sebagai saksi SFB (Sofyan Basir)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (15/5).
Idrus tiba di Gedung Merah Putih KPK pukul 10.21 WIB dengan membawa sejumlah buku. "Saya saksi untuk Pak Sofyan," ucap Idrus sebelum memasuki Gedung Merah Putih.
Idrus membantah telah menikmati uang hasil suap proyek PLTU Riau-1. Dia menegaskan akan memberikan kesaksian perihal tersebut. "Saya kan tidak menikmati, tetapi tetap dihukum. Artinya nanti saya beri kesaksian," ujar Idrus.
Selain Idrus, KPK juga akan memanggil Senior Vice President Legal Corporate PT PLN Dedeng Hidayat, Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN Djoko Abumanan, dan Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Tengah PT PLN Amir Rosidin. Mereka akan dimintai keterangan sebagai saksi terkait suap proyek PLTU Riau-1.
KPK juga telah melayangkan surat panggilan pemeriksaan kepada Menteri Energi dam Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan untuk menjalani pemeriksaan hari ini (15/5). Namun, Jonan sedang berada di luar negeri untuk perjalanan dinas.
Dalam pusaran kasus ini, Idrus diduga menerima suap Rp2,25 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd terkait proyek PLTU Riau-1. KPK menduga, Idrus telah menerima hadiah atau janji fee proyek bersama Eni Maulani Saragih, dan Sofyan Basir dengan nilai yang sama.
Karena itu, Idrus dinyatakan bersalah dan melanggar Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Hakim mengatakan, Idrus menerima uang itu bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih karena membantu Kotjo mendapatkan proyek di PLN.
Sementara itu, Direktur non-aktif PT PLN (Persero) Sofyan Basir diduga memerintahkan salah satu direktur PLN guna segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd. dan CHEC selaku investor.
KPK juga menduga, Sofyan telah meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd. Johannes Kotjo. Selain itu, Sofyan juga diduga meminta Direktur PT PLN untuk memonitor terkait proyek tersebut, lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek PLTU Riau-1.
Atas perbuatannya, tersangka Sofyan Basir disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.