Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan hilangnya nama politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ihsan Yunus, dalam surat dakwaan suap pengadaan bansos Covid-19 Jabodetabek 2020. Padahal, namanya muncul dalam reka ulang pada Senin (1/2).
"Hal ini janggal sebab dalam rekonstruksi yang dilakukan oleh KPK, nama tersebut sudah muncul," ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, secara tertulis, Rabu (24/2) malam.
Dalam rekonstruksi, terkuak dugaan pemberian Rp1,53 miliar dari terdakwa Harry van Sidabukke kepada operator Ihsan, Agustri Yogasmara alias Yogas. Duit diberikan di Salemba Raya, Jakarta Pusat, medio Juni 2020. Harry juga disebut memberikan 2 sepeda Brompton di Kantor PT Mandala Hamonangan Sude, November 2020.
Dalam surat dakwaan Harry, nama Yogas tercantum. Namun, Kurnia mempertanyakan tidak jelasnya keterangan mengenai yang bersangkutan.
"Penuntut umum juga tidak menjelaskan perihal siapa Agustri Yogasmara yang ada dalam surat dakwaan. Padahal, masih dalam konteks yang sama—rekonstruksi—KPK secara gamblang menyebutkan, bahwa Agustri Yogasmara adalah operator dari Ihsan Yunus," jelasnya.
Lantaran hal-hal tersebut, ICW mengingatkan jajaran komisi antirasuah agar tidak melakukan tindakan, seperti melindungi atau menghalang-halangi kerja penyidik. Kemudian, meminta Dewan Pengawas (Dewas) KPK mencermati proses alih perkara dari penyidikan ke penuntutan serta pembuatan surat dakwaan untuk terdakwa Harry van Sidabukke.
"Penanganan perkara ini pada dasarnya berkaitan langsung dengan hajat hidup masyarakat korban pandemi Covid-19 yang telah dirusak serta diciderai oleh beberapa oknum pelaku korupsi. Maka dari itu, harapan publik tersebut mesti dijawab oleh KPK dengan tidak melakukan tebang pilih dalam menangani perkara ini," ucapnya.
Harry van Sidabukke didakwa memberikan suap Rp1,28 miliar untuk bekas Menteri Sosial, Juliari P. Batubara; pejabat pembuat komitmen (PPK), Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso. Duit itu diduga diberikan terkait penunjukan Harry sebagai penyedia bansos berupa sembako dalam rangka penanganan Covid-19 sebanyak 1.519.256 paket melalui PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude.
Sementara untuk Juliari, Adi, dan Matheus, masih dalam proses penyidikan. Selain dari Harry, ketiganya juga disangka menerima suap dari Ardian Iskandar Maddanatja sebesar Rp1,95 miliar.
Pemberian duit tersebut diterka terkait penunjukan Ardian melalui PT Tigapilar Argo Utama sebagai penyedia bansos dalam rangka penanganan Covid-19 2020. Proyek yang diperoleh diduga pada tahap 9, 10, 12, dan tahap Komunitas sebanyak 115.000 paket.
Ardian dan Harry didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Atau kedua, Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sebagai penerima, Matheus dan Adi diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.