Erupsi Gunung Anak Krakatau berpotensi memicu tsunami. Potensi ini perlu diwaspadai oleh masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar Gunung Anak Krakatau. Ihwal besar-kecil dampak tsunami, tergantung besaran erupsi.
Kepala Pusat Riset Teknologi Hidrodinamika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menginformasikan, dari data dan hasil pengamatan PVMBG-Badan Geologi terdapat peningkatkan aktivitas Gunung Anak Krakatau dari Waspada Level 2 ke Siaga Level 3.
"Ini menunjukkan ada potensi ke arah erupsi dan dapat berpotensi menimbulkan tsunami," kata Widjo, dikutip dari laman BRIN, Kamis (12/5).
Widjo menjelaskan, dampak tsunami akan besar apabila sumber pemicunya juga besar, yaitu aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau dan volume longsoran kaldera atau lava yang dimuntahkannya.
"Hasil kajian pemodelan tsunami yang dilakukan untuk kejadian erupsi akhir 2018 lalu dapat dijadikan acuan untuk potensi tsunami ke depan apabila ada erupsi Gunung Anak Krakatau, terutama untuk memprediksi waktu tiba tsunami di pantai dan perkiraan tingginya," kata Widjo.
Widjo memastikan, pemerintah telah membuat program mitigasi tsunami dari hulu-hilir. Di hulu terdapat sistem peringatan dini apabila akan terjadi tsunami dan diseminasi untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.
Di hilir, jelas dia, disiapkan jalur evakuasi dan shelter atau tempat evakuasi beserta panduan perencanaan evakuasi. Toh korban tsunami masih tetap ada seperti yang terjadi di Selat Sunda di akhir tahun 2018.
Ini menandakan program yang telah ada belum mencukupi dan perlu perbaikan. "Publik juga perlu mendapatkan informasi secara mendetail terkait potensi ancaman tsunami di lokasi mereka tinggal juga terkait dengan jalur evakuasi dan tempat evakuasi sementara," jelas Widjo.
Deteksi dini
Terkait penguatan sistem deteksi dini tsunami di Selat Sunda, menurut peneliti tsunami Semeidi, pemerintah telah memasang IDSL (Inexpensive Device for Sea Level measurement) di komplek Gunung Anak Krakatau.
"Alat ini merupakan hasil riset bersama (waktu itu) KKP, LIPI, UNILA dan mitra internasional JRC-EC yang telah dipasang di Selat Sunda sesaat setelah kejadian tsunami tahun 2018," jelas peneliti BRIN itu.
IDSL masih terpasang di Pulau Sebesi (Lampung) dan Marina Jambu (Pandeglang). Meski lokasinya jauh dari Gunung Anak Krakatau, kata Semeidi, sejauh ini memperlihatkan kinerja yang baik.
Berbagai parameter, seperti kualitas data yang rapat, transmisi yang cepat (real-time), pemberian peringatan (alert) jika ada anomali muka air (tsunami) bekerja baik. Ada juga kamera CCTV buat konfirmasi visual.