Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta Nasaruddin Umar menyatakan fatwa Majelis Ulama Indonesia ihwal anjuran meniadakan salat Jumat dan salat berjemaah lain sudah tepat. Ia pun meminta umat Islam mengikuti fatwa yang bertujuan guna mencegah penyebaran coronavirus tersebut.
Nasaruddin mengatakan, MUI tidak mungkin memberikan fatwa yang tidak sejalan dengan apa yang terjadi di masyarakat saat ini.
"Saya secara pribadi maupun sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, saya sudah analisis secara mendalam dasar dari dalil-dalil yang digunakan oleh MUI pusat itu adalah sudah sangat tepat," kata dia dalam video conference di Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta, Jumat (20/3).
Oleh sebab itu, kata dia, mulai hari ini Masjid Istiqlal tidak akan menyelenggarakan salat Jumat selama dua pekan. Selain mempertimbangkan fatwa MUI, keputusan tersebut juga merujuk pada imbauan Presiden Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Beswedan, dan komunikasi Imam Besar di sejumlah negara.
Nasaruddin pun mengimbau kepada seluruh umat Islam, terutama di wilayah yang terjangkit Covid-19, agar mengikuti fatwa MUI untuk tidak melakukan salat berjemaah.
Kalaupun tetap menjalankan salat berjemaah karena daerahnya dianggap masih aman, harus memperhatikan protokol yang sudah ada, yaitu menjaga jarak antarjemaah hingga dua meter.
"Karena kata paramedis, satu kali bersin dan satu kali batuk itu dalam tempo dua menit akan terjangkit. Itu dalam radius yang sangat cukup luas. Nah kita sangat dianjurkan mencegah segala sesuatu yang sifatnya mudarat," kata dia.
Fatwa MUI No 14 Tahun 2020 tentang Penyelanggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19 diterbitkan pada 16 Maret 2020. Ada sembilan poin yang menjadi panduan bagi masyarakat untuk tetap beribadah sekaligus berkontribusi dalam pencegahan coronavirus.
Menurut Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF, orang yang terpapar wajib menjaga dan mengisolasi diri. Sementara untuk yang sehat dan belum diketahui terpapar Covid-19 harus memperhatikan dua hal. Pertama, apabila berada di suatu kawasan yang berpotensi tinggi penularannya, boleh meninggalkan salat Jumat dan mengganti dengan salat zuhur di kediamannya.
Selain itu, apabila berada di wilayah dengan potensi penularan rendah berdasarkan ketetapan pihak berwenang, maka tetap wajib menjalankan ibadah dan menjaga diri agar tidak terpapar Covid-19.
Di sisi lain, dalam kondisi Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan salat Jumat di kawasan tersebut sampai keadaan menjadi normal kembali, dan wajib menggantikannya dengan salat zuhur di tempat masing-masing.
"Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran Covid-19, seperti jemaah salat lima waktu/rawatib, salat tarawih dan ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim," ujar Hasanuddin.