Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) memperingatkan setiap jajaran petinggi Polri untuk mengawasi dan menegakkan hukum dalam tindakan para anggotanya. Peringatan itu merupakan imbas dari revisi Peraturan Kapolri (Perkap).
Anggota Kompolnas Poengky Indarti mengatakan, ancaman pemecatan akan menghantui para pimpinan apabila tidak dapat mengatur para anggotanya yang menyimpang seperti mantan penyidik KPK, AKBP Brotoseno. Pihaknya mendorong pengawasan melekat dari atasan kepada bawahannya, serta atasan juga harus sigap melakukan koreksi dan menjatuhkan hukuman jika ada anggota melanggar aturan.
"Konsekuensi dari Perkap 2/2022 jika atasan abai mengawasi anggota, maka yang bersangkutan juga akan dikenai sanksi," kata Poengky kepada wartawan, Senin (13/6).
Poengky menyampaikan, pihaknya mendukung upaya Polri merevisi dua Perkap agar dimungkinkannya upaya hukum peninjauan kembali terhadap AKBP Brotoseno. Revisi ini akan menjadi koreksi bagi internal Polri, sekaligus upaya memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
Ia berharap hasil yang didapatkan dari peninjauan kembali terhadap putusan kode etik AKBP Brotoseno adalah Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) atau pemecatan. Apalagi semua perkara yang dijalani AKBP Brotoseno telah mencederai keadilan di masyarakat.
"Karena yang bersangkutan dinyatakan terbukti bersalah dan kasus pidananya sudah inkracht, narapidana, dihukum penjara, kasusnya korupsi, serta dianggap mencederai rasa keadilan masyarakat jika ybs tetap dipertahankan, maka kami berharap yang bersangkutan di-PTDH," ujar Poengky.
Pekan lalu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap hasil sidang etik eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Raden Brotoseno. Pengajuan PK akan dilakukan setelah revisi terhadap Peraturan Kapolri (Perkap) selesai.
Ia telah melaksanakan rapat dengan berbagai pihak seperti Kompolnas, Menkopolhukam, hingga para ahli pidana. Hal itu dilakukan untuk berdiskusi dan mencarikan solusi dari permasalahan Brotoseno yang tidak dipecat dari Polri.
"Jadi saat ini kami sedang merubah Perkap tersebut dengan masukan berbagai ahli yang kita minta sebagai wujud bahwa Polri transparan, Polri memperhatikan apa yang menjadi aspirasi masyarakat," kata Sigit di Gedung DPR RI, Rabu (8/6).
Ia mengaku, dalam Perkap 14 dan Perkap Nomor 19 tidak ada mekanisme untuk melakukan hal-hal terhadap sesuatu putusan yang terkait dengan kode etik. Apalagi hal itu dirasa mencederai rasa keadilan publik, khususnya terkait dengan masalah tindak pidana korupsi.
Menurut Sigit, hasil dalam diskusi tersebut adalah kesepakatan bersama untuk melakukan perubahan atau merevisi Perkap yang lama. Perubahan itu terlihat dari adanya penambahanya klausa dalam peninjauan kembali terhadap putusan sidang kode etik.
"Dan salah satunya di dalam perubahan Perkap tersebut kami jadikan satu dengan Peraturan Kepolisian (Perpol), kami menambahkan klausa mekanisme peninjauan kembali terhadap putusan-putusan yang telah dikeluarkan oleh sidang kode etik, yang tentunya keputusan-keputusan tertentu," ujar Sigit.
Perkap dan Perpol tersebut saat ini masih dalam proses penyelesaian. Polri berkoordinasi dengan Kemenkumham dan dalam waktu dekat diharapkan sudah selesai.
"Dan tentunya ini akan memberikan ruang kepada saya selaku Kapolri untuk meminta adanya Peninjauan Kembali atau melaksanakan sidang Peninjauan Kembali terhadap putusan AKBP Brotoseno," ucap Sigit.