Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F Sompie menyebut dugaan kelalaian petugas ihwal kesimpangsiuran informasi keberadaan Harun Masiku. Menurutnya, petugas Imigrasi Terminal 2 F Bandara Soekarno-Hatta yang saat itu bertugas, belum sepenuhnya memahami penggunaan sistem pemrosesan data perlintasan bandar udara yang baru.
Ronny mengatakan terdapat fitur baru dalam sistem tersebut yang dapat melacak kehadiran seseorang yang telah dicekal, maupun yang berada dalam daftar pencarian orang atau DPO. Karena petugas tak memahami penggunaannya, Direktorat Jenderal Imigrasi tak dapat melacak kembalinya Harun.
"Dari sini lah kemudian terjadi keterlambatan pengiriman data. Dari data yang dikumpulkan oleh PC (personal computer) yang dilengkapi dengan fitur control management, sehingga kalau ada orang asing yang dicurigai dan dimasukan dalam daftar tangkap, bisa langsung setiap petugas di counter itu bisa ambil tindakan," kata Sompie saat konferensi pers di Kemenkumham, Jakarta Selatan, Jumat (24/1).
Menurutnya, kelalaian petugas Imigrasi dalam memproses data perlintasan bandar udara itu baru kali pertama terjadi.
"Di Terminal 3, hal itu tidak terjadi. Terminal 2F ini baru. dan hal ini baru pertama terjadi. Baru pertama kali," ujar dia.
Namun mantan Kepala Divisi Humas Polri itu mengatakan, pihaknya akan menyelisik lebih lanjut penyebab tak terlacakanya Harun Masiku saat kembali dari Singapura pada 7 Januari 2019.
"Apa ini human error atau memang teknis dari perangkat yang dipasang di terminal 2F," ucapnya.
Ditjen Imigrasi mengakui keberadaan Harun di Indonesia pada 22 Januari 2020. Harun kembali ke tanah air pada 7 Januari.
Pengakuan tersebut baru muncul setelah beredar video masuknya Harun ke Indonesia, dari kamera pengawas (CCTV) di Bandara Soekarno-Hatta. Sebelum itu, Ditjen Imigrasi tak pernah memberi informasi bahwa Harun telah kembali. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly bahkan mengatakan Harun masih berada di luar negeri pada 16 Januari.
Harun Masiku merupakan tersangka kasus dugaan suap penetapan anggota DPR RI dari PDIP melalui mekanisme penggantian antarwaktu atau PAW. Ia diduga menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan untuk memuluskan tujuannya menjadi anggota dewan dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I, menggantikan Nazarudin Kiemas, anggota DPR terpilih yang meninggal dunia.
Harun berhasil lolos saat hendak ditangkap dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi pada 8 Januari 2020. Namun ia telah ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah.
Karena gagal ditangkap, hanya tiga orang tersangka yang telah ditahan KPK. Mereka adalah Wahyu, mantan caleg PDIP Agustiani Tio Fridelina, serta kader PDIP yang disebut sebagai pihak swasta, Saeful Bahri.