Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme, akan kembali dibuka hari ini, Rabu (23/5). DPR optimistis dapat merampungkan RUU ini pada Jumat (25/5), mengingat tinggal sedikit saja materi yang belum mencapai kesepakatan.
Salah satu yang menjadi perdebatan alot adalah mengenai muatan politik dalam definisi terorisme. Menurut Direktur Eksekutif Imparsial Al A’raf muatan politik justru hanya akan menyulitkan negara.
“Tidak usah ada muatan politik karena akan menyulitkan negara sendiri, dari sisi lain, nanti UU tahun 2003 dianggap sebagai UU subversif soal motif politik dan motif Keamanan negara,” kata dia, Selasa (22/5).
Al A’raf mengatakan, Pansus RUU Terorisme seharusnya menggunakan pasal 6 dan 7 UU tahun 2003 sebagai acuan pembahasan definisi. Ia juga menambahkan definisi seharusnya hanya mengenai suatu perbuatan yang menggunakan ancaman atau kekerasan, tujuan teror, dilakukan secara meluas, dan ditujukan pada objek vital tertentu.
Selain pembahasan muatan politik dalam definisi terorisme, Al A’raf juga memberikan catatan terhadap pasal 43 c di dalam UU terorisme. Pasal itu dianggap harus diperbaharui karena sangat sensitif dan menimbulkan stereotip.
“Jadi pasalnya kurang lebih, mereka-mereka yang potensial melakukan radikalisme adalah seperti misalnya mahasiswa, pelajar dan tokoh agama. Jadi seolah-olah yang potensial melakukan terorisme itu pelajar, mahasiswa, dan tokoh agama,” tuturnya.
Menurutnya, pihak-pihak yang rentan terhadap terorisme tidak perlu disebutkan secara rinci, melainkan cukup diganti dengan frasa 'setiap orang'.
Jika pemerintah dan DPR telah satu kata dalam sejumlah materi RUU tersebut, kemungkinan RUU tersebut akan disahkan pada sidang paripurna, Jumat (25/5) nanti. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly juga memastikan revisi UU terorisme itu dapat segera selesai karena tak ada lagi masalah krusial yang harus dibahas pemerintah dan DPR.
Meski demikian, menurut Al A’raf, UU terorisme hanyalah salah satu instrumen dalam upaya pemberantasan teroris. Karena persoalan terorisme tidak mungkin diatasi hanya dengan adanya UU terorisme.