close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menunjukkan dua buah Iphone 11 untuk pemberi informasi keberadaan DPO KPK Harun Masiku dan Nurhadi di Gedung KPK, Jumat (21/2). Foto Antara/Akbar Nugroho Gumay/foc.
icon caption
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menunjukkan dua buah Iphone 11 untuk pemberi informasi keberadaan DPO KPK Harun Masiku dan Nurhadi di Gedung KPK, Jumat (21/2). Foto Antara/Akbar Nugroho Gumay/foc.
Nasional
Jumat, 06 Maret 2020 14:09

Persidangan in absentia Harun Masiku dinilai upaya menutupi persoalan

Peradilan in absentia mempunyai tujuan utama, yakni pengembalian kerugian keuangan negara atau asset recovery.
swipe

Rencana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadili tersangka kasus suap penetapan DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW), Harun Masiku dengan mekanisme persidangan in absentia, dianggap sebagai upaya menutupi keterlibatan pihak lain.

"Saya curiga, rencana Harun Masiku diadili secara in absentia untuk menutupi keterlibatan pihak-pihak tertentu," kata Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Zaenur Rohman, saat dihubungi Alinea.id, Jumat (6/3).

Dalam istilah hukum, in absentia merupakan proses mengadili seseorang tanpa dihadiri terdakwa yang berperkara. Ketentuan persidangan in absentia, telah diatur dalam Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam aturan itu menyebutkan, bila seorang terdakwa telah dipanggil secara sah dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya. "Jadi secara hukum memang itu dimungkinkan," kata Zaenur.

Hanya saja, konsep peradilan in absentia mempunyai tujuan utama, yakni pengembalian kerugian keuangan negara atau asset recovery. Untuk itu, peradilan in absentia dapat dilakukan jika fokus peradilan untuk mengembalikan kerugian negara.

"Nah, dalam kasus Harun Masiku tak ada kekayaan negara yang ingin dikejar. Yang ingin dikejar adalah keterlibatan Harun Masiku beserta pihak-pihak lain. Sehingga orientasi untuk pidana badan itu tetap penting," papar Zaenur.

Itulah sebabnya, KPK tak mempunyai alasan yang kuat jika ingin mengadili Harun dengan mekanisme in absentia. Untuk itu, Pukat UGM Yogyakarta menolak dengan tegas rencana tersebut 

"Jadi, peradilan in absentia untuk Harun Masiku itu tak memiliki alasan kuat, karena bukan persoalan uang negara yang ingin dikembalikan, yang sedang ingin dipulihkan. Pukat menolak!" ujar Zaenur.

Terpisah, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron tetap bersikeras mengadili Harun secara in absentia. Hal itu dilakukan jika penyidik belum juga dapat menangkap Harun Masiku. Sebab, dia meyakini, konsep peradilan merupakan ruang pembelaan bagi terdakwa.

"Mau ada atau tidak, yang jelas itu hak dia untuk membela (di persidangan). Kalau dia (Harun Masiku) tidak ada, sekali lagi itu, berarti tersangka atau terdakwa tidak menggunakan hak membela diri," ujar dia.

Dia pun enggan menanggapi kritik yang dilayangkan Pukat UGM Yogyakarta. Ghufron menegaskan, pihaknya akan tetap merampungkan dan melimpahkan berkas penyidikan Harun meski belum ditangkap.

"Kami tidak komentar atas (kritik Pukat UGM Yogyakarta) itu. Yang jelas, kami akan melakukan sesuai dengan prosedur. Kalau sudah lengkap berkasnya, kami akan serahkan ke pengadilan, dan kemudian akan kami sidangkan. Baik ada maupun tidak ada terdakwa," papar Ghufron.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan