Transparency International Indonesia (TII) mencatat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2022 berada di skor 34. Angka ini turun empat poin dari tahun sebelumnya, dan Indonesia berada pada peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bakal melakukan evaluasi untuk memperbaiki skor IPK Indonesia.
"Itu akan menjadi koreksi dan evaluasi kita bersama," kata Jokowi di Pasar Baturiti, Tabanan, Bali, Kamis (2/2).
Sebelumnya, Manajer Departemen Riset TII, Wawan Suyatmiko mengatakan ada sejumlah alasan IPK Indonesia anjlok empat poin pada 2022. Dari delapan indikator yang diamati oleh TII, tiga di antaranya mengalami penurunan.
Salah satu penurunan drastis terjadi di indikator PRS (political risk service) International Country Risk Guide di mana mengalami penurunan 13 poin dari 48 menjadi 35.
“Jadi PR besar untuk pemerintah, untuk lembaga politik, masyarakat sipil, pelaku usaha bagaimana sebenarnya menjaga political risk service kita di angka maksimal," ujar Wawan di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Selasa (31/1).
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) diterbitkan tiap tahun oleh Transparency International. Indeks ini menilai negara dari 0-100 berdasarkan tingkat persepsi korupsi di sektor publik menurut penilaian ahli dan pelaku bisnis serta jajak pendapat. Ada pun skor 0 sangat korup dan skor 100 sangat bersih.
Indonesia menjadi salah satu negara terkorup di antara negara G20 lainnya dengan skor 37, turun tiga poin dari skor sebelumnya. Sementara Rusia menjadi negara G20 dengan indeks terendah, yaitu 30 atau sangat korup.
Di antara negara-negara G20, Jerman menjadi negara dengan indeks persepsi korupsi tertinggi dengan 80 atau nyaris bersih dari korupsi. Selain itu, peringkat IPK Jerman peringkat 9 di antara 180 negara yang masuk dalam indeks ini.
Selanjutnya, Kanada, Australia, dan Britania Raya memiliki nilai indeks yang sama. Ketiga negara ini memiliki skor 77.
Dari seluruh negara yang termasuk dalam indeks ini, sekitar dua per tiga memiliki skor di bawah 50. Transparency International mencatat hal tersebut berarti masih banyak negara yang gagal memberantas korupsi sepenuhnya.