Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2019 mencapai 74,92 poin atau mengalami perbaikan dibandingkan 2018 yang berada di angka 72,39 poin.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto mengatakan, capaian kinerja demokrasi Indonesia tersebut berada pada kategori sedang, dari skala 0 hingga 100.
"Ini kabar menggembirakan bahwa demokrasi Indonesia menunjukkan perbaikan, dan ini adalah angka tertinggi dari indeks sebelumnya," katanya dalam video conference, Senin (3/8).
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) adalah indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Tingkat capaiannya diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek, 11 variabel, dan 28 indikator demokrasi.
Meski tergolong sedang, Kecuk menjelaskan masih terjadi beberapa masalah demokrasi, seperti masih adanya ancaman penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat yang mana angkanya turun dari 82,35 di 2018, menjadi 77,21 di 2019.
Selain itu, ancaman atau penggunaan kekerasan dari kelompok masyarakat terkait ajaran agama juga mengalami penurunan, dari 91,47 di 2018, menjadi 87,79 di 2019.
"Hal yang sama juga terlihat untuk tindakan atau pernyataan pejabat pemerintah yang diskriminatif dalam hal gender, etnis, atau terhadap kelompok rentan lainnya dari 91,91 di 2018, menjadi 88,97 di 2019," ujarnya.
Sementara tiga variabel yang mengalami penurunan terbesar adalah variabel pemilu yang bebas dan adil yang menurun 9,73 poin dari 95,48 di 2018, menjadi 85,75 di 2019.
Sementara variabel kebebasan berkumpul dan berserikat turun 4,32 poin dari 82,35 di 2018, menjadi 78,03 di 2019, serta variabel kebebasan berpendapat turun 1,88 poin dari 66,17 di 2018 ke 64,29 di 2019.
Sebagai informasi, tingkat demokrasi dikelompokkan menjadi tiga kategori, yakni “baik” (indeks > 80), “sedang” (indeks 60-80), dan “buruk” (indeks < 60). Dengan ini menunjukkan walaupun IDI tingkat nasional masih pada kategori sedang, namun masih banyak pekerjaan rumah yang mesti dibenahi.