Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi memprakarsai penyusunan Perpres supaya memperkuat tim Task Force. Tim ini akan bergerak untuk menangani kasus tumpahan minyak Montara di laut Timor pada 2009 lalu yang menyebabkan pencemaran pada perairan laut Timor Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B Panjaitan mengatakan, pemerintah akan melayangkan gugatan di dalam dan luar negeri, jika Perpres tersebut telah diterbitkan. Pelayangan gugatan akan dikoordinasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Hukum dan HAM.
“Tindak lanjut ke depan, kami tetap mendorong adanya Peraturan Presiden untuk menyelesaikan permasalahan ini mengingat ini baru dua kabupaten yang terselesaikan, masih ada 11 kabupaten yang belum terselesaikan. Di samping itu, kami melihat dari isu kerusakan lingkungan cukup besar. Oleh karena itu perlu kita selesaikan lewat Peraturan Presiden sebagai payungnya,” kata Luhut dalam keterangan, Jumat (25/11)
Pemerintah Indonesia melalui tim task force akan terus mendukung semua proses penyelesaian kasus tersebut dengan berkoordinasi bersama Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia serta memfasilitasi para saksi ahli dari Indonesia serta para korban terdampak ke Australia.
Di samping itu, Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa selaku ketua tim task force menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia akan menuntut pemerintah Australia untuk ikut bertanggung jawab atas tumpahan minyak Montara. “Adanya tuntutan ini diharapkan kita memberikan tekanan kepada PTT Exploriation and Production (PTTEP) dapat semakin tinggi,” jelasnya.
Selanjutnya, Wakil menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong mengatakan, semester depan ada beberapa gugatan perdata yang akan diajukan pemerintah Indonesia, yaitu kerusakan perairan laut dan ekosistem. Dengan begitu, pemerintah Indonesia terus berupaya dalam mengumpulkan data-data sebagai bahan dukung untuk memenangkan gugatan tersebut.
“Hasil kalkulasi kita dulu kerugian estimasi Rp23 triliun. Yang kedua, biaya pemulihannya, kerusakan lingkungannya estimasi kita dulu Rp4,4 triliun,” tuturnya.
Kasus tumpahan minyak Montara terjadi di laut Timor pada tanggal 21 Agustus 2009 dan berlangsung selama 74 hari dan telah mencemari perairan laut Timor Indonesia. Sebagai informasi, pengadilan Federal Australia di Sydney memenangkan gugatan 15.481 petani rumput laut dan nelayan NTT pada tanggal 19 Maret 2021. Dengan begitu, hakim pengadilan Federal David Yates menyatakan bahwa tumpahan minyak yang bersumber dari PTTEP Australasia tersebut telah menyebabkan kerugian secara material dan menyebabkan kematian serta rusaknya mata pencaharian para petani rumput laut dan nelayan.
Putusan pengadilan yang kedua pada tanggal 25 Oktober 2021 memenangkan perwakilan petani rumput laut NTT terhadap PTTEP dan hasil negosiasi pada tanggal 16 September 2022 pada Gugatan Class Action terhadap kasus tumpahan minyak Montara tahun 2009.
Seperti yang telah diketahui, insiden tersebut bermula dari tumpahan minyak yang bersumber dari PTTEP sehingga menyebabkan kerugian secara material dan kematian. Selain itu, banyak para petani rumput laut dan nelayan yang kehilangan mata pencaharian di kawasan laut Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tumpahan minyak ini menyebabkan 90.000 kilometer persegi telah mencemari laut Timor yang bersumber dari lapangan Montara. Setidaknya 85 persen tumpahan minyak ini terbawa oleh angin dan gelombang laut ke perairan Indonesia.
Menurut penelitian dari USAID-Perikanan-Lingkungan Hidup dan Pemerintah Daerah NTT pada 2011 dari kasus tersebut menemukan paling tidak ada 64.000 hektare terumbu karang rusak atau sekitar 60 persen terumbu karang di perairan Laut Sawu hancur serta ikan-ikan dasar laut dan udang banyak yang mati.