close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
 Petugas menunjukkan contoh sampah plastik yang diduga mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) saat melakukan pemeriksaan lanjutan di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (19/6/2019)./Antara Foto
icon caption
Petugas menunjukkan contoh sampah plastik yang diduga mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) saat melakukan pemeriksaan lanjutan di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (19/6/2019)./Antara Foto
Nasional
Selasa, 25 Juni 2019 19:29

Indonesia negara dengan impor sampah terbanyak

Indonesia menjadi negara penyumbang pencemaran lautan global.
swipe

Sejumlah aktivis lingkungan hidup yang tergabung dalam Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal sampah plastik. Aktivis lingkungan hidup mengkritik pemerintah yang dinilai tidak serius dalam menyikapi sampah plastik. 

Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi menyebut, para peneliti telah menyatakan per Juni 2019 Indonesia merupakan negara penyumbang pencemaran lautan global. Bahkan merujuk dari Studi Bank Dunia, persentese sampah plastik di Indonesia terbilang variatif dan mengkhawatirkan.

"Komposisi sampah pada badan air Indonesia terdiri dari 21% popok sekali pakai. Lalu sebanyak 16% berasal dari tas plastik kresek. Bungkus plastik atau sachet sebesar 5%, kaca dan logam 4%, botol plastik 1%, plastik lainnya 9% dan sampah organik 44%," terang Prigi dalam diskusi di kantor WALHI, Jakarta Selatan pada Selasa (25/6).

China yang diketahui menjadi salah satu negara dengan tingkat polusi tertinggi di dunia pun telah menerapkan aturan demi mengurangi sampah. Negara tembok besar tersebut telah menerapkan kebijakan ketat soal impor sampah plastik yang dikenal sebagai kebijakan National Sword. 

Nah, negara-negara di Asean sebenarnya telah menjadi negara pendaur-ulang limbah plastik atas respons pengetatan regulasi impor di Cina. Maka beban daur ulang dan pengelolaan sampah di negara tersebut menjadi jauh lebih berat.

Misalnya pada Juli 2018 yang lalu, pemerintah Malaysia mencabut izin impor 114 perusahaan dan telah menargetkan pelarangan impor pada 2021. Kemudian, Thailand juga menargetkan pelarangan impor akibat kenaikan drastis impor sampah plastik mereka dari Amerika sebesar sebanyak 91.500 ton pada 2018. 

Tidak ketinggalan, Vietnam pun sudah tidak lagi mengeluarkan izin baru untuk impor sisa, reja, dan skrap plastik, kertas, serta logam.

Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran ICEL Margaretha Quina mengatakan pada prinsipnya, impor sampah maupun impor limbah dilarang dalam Undang-Undang.

"Namun, terdapat kompleksitas definisi dalam menilai apakah suatu komoditas. Kemudian kualifikasinya sampah atau limbah dan kalau limbah dikecualikan dari larangan impor atau tidak. Ini yang memberi ruang bagi modus-modus seperti di Gresik,” ujar Margaretha.

Kompleksitas definisi inilah yang harus dibenahi. Pasalnya hal tersebut akan menimbulkan beberapa konsekuensi ilegal atau legal, taat atau tidak taat.

Temuan Ecoton di Gresik misalnya, ada dua jenis sampah dan skrap plastik yang diproduksi oleh pabrik kertas. Plastik tersebut dicampur dengan kertas yang tidak dapat didaur ulang dan digunakan untuk bahan bakar produksi tahu atau bahan bakar. 

Impor tak terkontrol

Penasihat Senior dari BaliFokus/Nexus3 Yuyun Ismawati mengatakan, selama 10 tahun terakhir berdasarkan data BPS dan UN Comtrade kalau Indonesia mengimpor limbah plastik lebih besar.

Merujuk data BPS, peningkatan impor sebesar 141% atau sebesar 124.000 ton limbah plastik. Sementara ekspor limbah plastik turun 48% sebesar 98.500 ton. 

Beberapa bahan aditif yang digunakan dalam semua jenis plastik dikenali sebagai bahan kimia yang karsinogenik dan dilarang di negara-negara maju. Mendaur ulang plastik yang mengandung B3 menjadi produk berarti meracuni circular economy.

Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nur Hidayati menambahkan, perusahaan pengimpor limbah plastik harus bertanggung jawab untuk menangani pencemaran bawaan ini. Sebab yang dirugikan dari tidak terkontrolnya impor sampah adalah pencemaran lingkungan dan kualitas kesehatan masyarakat. 

“Banyak program nasional dan regional terkait sampah plastik dan lautan yang telah/sedang dibuat, dikoordinasikan dan diikuti oleh Indonesia tetapi tidak jelas implementasinya dalam program pembangunan nasional. Presiden harus memastikan semua stafnya bekerja dengan benar," kata Nur. 

Nah, pembersihan racun dari pencemaran plastik tidak mudah, tidak murah dan butuh keseriusan pemerintah. Kewajiban negara adalah menjamin hak warga untuk hidup di lingkungan. 

img
Fadli Mubarok
Reporter
img
Mona Tobing
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan