close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Massa dari transportasi online berunjuk rasa./Antara Foto
icon caption
Massa dari transportasi online berunjuk rasa./Antara Foto
Nasional
Kamis, 12 April 2018 17:46

Indonesia perlu belajar dari Korea Selatan soal taksi online

Korea Selatan memposisikan taksi daring sebagai pelengkap. Bisa digunakan untuk pribadi tapi juga mampu melayani umum.
swipe

Transportasi online atau taksi daring di Indonesia masih menjadi momok saat ini. Pemerintah pun belum mendapatkan win-win solution atas keberlangsungan taksi daring ini. 

Bukan tanpa usaha, Pemerintah lewat Direktorat Jenderal Perhubungan Darat kemudian mempelajari penanganan masalah taksi daring dari Korea Selatan (Korsel). Negara ginseng tersebut dinilai sebagai negara yang berhasil menerapkan dua jenis taksi konvensional dan daring.

Duta Besar Indonesia Korea Selatan Umar Hadi yang hadir dalam diskusi di Jakarta pada Kamis (12/4) menyebut ada dua solusi yang dilakukan di Korea Selatan. Yakni, solusi regulasi dan solusi teknologi.

"Dari segi regulasi, di Korea Selatan itu taksi daring diposisikan sebagai pelengkap, bisa menggunakan pribadi dan melayani comuter, digandengkan dengan solusi teknologi yang menyediakan aplikasi gratis bagi taksi-taksi konvensional. Walhasil, sampai sekarang keseimbangan masih terjaga," ungkap Umar. 

Perusahaan aplikasi Kakao misalnya, menyediakan aplikasi gratis bagi para taksi konvensional dan taksi daring. Namun hanya boleh beroperasi pada jam-jam sibuk atau jam berangkat dan pulang bekerja.

Umar menyebutkan sebanyak 96% taksi konvensional sudah menggunakan aplikasi tersebut dan terhitung 18 juta pengguna sudah terdaftar di jasa daring tersebut serta sudah ada 1,5 juta panggilan setiap harinya. Dari segi tarif lanjutnya, tidak terlalu jauh berbeda antara taksi daring dan konvensional.

"Undang-Undangnya baru dibuat 2017, kalau pakai Kakao itu pakai taksi meter biasa dan tidak jauh berbeda," terang Umar. 

Dalam kesempatan sama, Direktur Angkutan dan Multimoda Kemenhub Cucu Mulyana menuturkan tidak ada perbedaan yang signifikan dari segi peraturan, baik di Indonesia maupun di Korea Selatan untuk mengatur taksi daring. Hanya saja, untuk aplikasi di Korea Selatan diberikan gratis sedangkan di Indonesia sistem bagi hasil atau profit sharing yakni sebanyak 20% untuk aplikator dan 80% untuk pengemudi.

"Hampir seluruh pengemudi taksi konvensional menggunakan aplikasi tersebut dan menciptakan keseimbangan.
Angkutan konvensionalnya tidak tergerus, tidak ada yang mati," ucap Cucu. 
 

img
Ayu mumpuni
Reporter
img
Mona Tobing
Reporter
img
Mona Tobing
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan