Dewan Pembina Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Nasional (Pushuknas) Haidar Alwi menerangkan ancaman radikalisme dan terorisme di Indonesia sudah nyata adanya. Ia menilai, hal ini disebabkan semakin besarnya kelompok radikalisme dan terorisme internasional.
Indonesia, kata Haidar menjadi salah satu negara 'seksi' untuk dikuasai jaringan tersebut. Pasalnya, di Indonesia banyak sumber daya alam (SDA) yang biasanya menjadi incaran mereka.
"Jadi radikalisme dan terorisme saya katakan bukan masalah agama, tapi koonspirasi politik global," kata Haidar dalam sebuah diskusi di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (21/12).
Menurut Haidar, ada kelompok yang memiliki agenda untuk menguasai dunia. Guna mengimplementasikan agenda tersebut, mereka menggunakan instrumen agama untuk menanamkan ideologi yang tidak sejalan dengan negara yang mereka incar.
Beberapa negara-negara yang diinicar kelompok ini, kata Haidar, semuanya adalah negara Timur Tengah. Hal itu dikarenakan negara Timur Tengah lebih memiliki banyak SDA, termasuk Indonesia.
"SDA kunci menguasai dunia bagi kelompok ini. Maka dari itu mereka ingin menguasainya satu per satu dengan memecahkan masyarakatnya terlebih dahulu, kemudian dimasukkan isme-isme," papar dia.
Berdasarkan klaim Haidar, Indonesia sendiri menjadi negara ke tujuh atau terakhir incaran jaringan kelompok radikal dan terorisme internasional. Indonesia akan mereka sasar Afghanistan, Suriah, Libya, Irak, dan Mesir.
Mereka percaya bahwa, ke depan, semua poros bumi akan menumpuk di Indonesia. Haidar mengaku mendapatkan kabar tersebut dari tokoh-tokoh agama saat ia menjadi salah satu perwakilan Indonesia dalam konferensi keagamaan di Teheran, Iran.
"Mesir agak pintar sedikit, karena tentaranya tegas. Separuh dari ulama yang terbukti terjaring kelompok radikal atau gerakan teroris dihukum mati," kata Haidar.
Jaringan di Indonesia
Menurut Kasubdit Pengawasan Badan Nasional Pengawasan Terorisme (BNPT) Moch. Chairil Anwar, setidaknya ada tujuh jaringan terorisme di Indonesia. Ketujuh jaringan tersebut seperti Jamaah Islamiyah, Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), dan Jamaah Ansharut Khilafah (JAK).
"Selain itu, ada juga Jamaah Ansyahur Syariah, Mujahidin Indonesia Timur, serta Jaringan Eksponen NII," papar Chairil.
Sementara untuk radikalimse, BNPT membagi ke dalam enam ragam. Adapun ragam-ragam tersebut yakni radikal gagasan, radikal milisi, radikal separatis, radikal premanis, radikal lainnya, dan radikal terorisme.
Untuk radikal gagasan, kata Chairil, biasanya kelompok ini memiliki ideologi radikal, namun tidak menggunakan kekerasan. Rata-rata kelompok ini juga masih mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sementar itu, ciri-ciri radikal milisi, yaitu kelompok yang terbentuk dalam konsep milisi yang kerap terlibat dalam konflik komunal. Biasanya kelompok ini berseragam, akan tetapi masih mengaku NKRI juga.
"Kalau radikal premanisme, kelompok ini melakukan kekerasan untuk melawan kemaksiatan yang terjadi di lingkungan mereka. Kelompok ini masih juga mengakui NKRI. Kemudian kelompok radikal lainnya adalah kelompok yang mementingkan kelompok politik, sosial, budaya, ekonomi dan lain-lain," jelas dia.
Selanjutnya, radikal terorisme adalah kelokpok yang kerap menyusun cara-cara kekerasan dan menimbulkan rasa takut bagi masyarakat luas. Kelompok ini, kata Chairil, sudah tidak lagi mengakui NKRI dan ingin mengubah ideologi yang sah menjadi ideologi yang mereka percaya.