Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menghentikan sementara produksi dan distribusi obat sirop yang diduga sebagai penyebab kasus baru gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA). Obat sirop yang dihentikan sementara produksi dan distribusinya itu bermerk Praxion.
Obat sirop merk Praxion sebelumnya masuk dalam daftar tambahan 176 obat sirop yang memenuhi ketentuan berdasarkan data verifikasi hasil pengujian bahan baku oleh BPOM. Ini tercantum dalam lampiran penjelasan BPOM Nomor HM.01.1.2.12.22.191 tertanggal 29 Desember 2022.
Dalam daftar yang ditandatangani Kepala BPOM, Penny K. Lukito, itu terdapat 508 obat sirup yang dinyatakan aman dikonsumsi sesuai aturan. Dari jumlah itu, ada 3 obat sirup merk Praxion, yaitu Praxion sediaan drops dan suspensi serta Praxion Forte sediaan suspensi.
Ketiga obat demam untuk anak ini berisi kandungan parasetamol beda dosis. Ketiganya diproduksi PT Pharos Indonesia. Menurut juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), M. Syahril, industri farmasi pemegang izin edar obat telah melakukan penarikan obat secara sukarela (voluntary recall). Kemenkes juga masih menginvestigasi penyebab kasus baru gagal ginjal akut ini.
BPOM telah menginvestigasi sampel produk obat dan bahan baku, seperti sisa obat pasien, sampel dari peredaran, dan tempat produksi. Itu semua telah diuji di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN). BPOM juga sudah memeriksa ke sarana produksi terkait cara pembuatan obat yang baik (CPOB).
Dua kasus baru
Kemenkes sebelumnya menerima laporan 2 kasus baru gangguan ginjal akut progresif atipikal dari Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta. Satu kasus konfirmasi gangguan ginjal akut dan satu kasus suspek. Ini kasus baru setelah tak ada laporan kasus lagi sejak awal Desember 2022.
M. Syahril pada Senin (6/2) menjelaskan, Kemenkes meminta Dinkes pemerintah daerah (pemda) lain aktif memantau pasien dengan gejala gangguan ginjal akut. Jika ditemukan, diminta segera merujuk ke rumah sakit yang telah ditunjuk Kemenkes.
Dijelaskan Syahril, kasus konfirmasi gangguan ginjal akut menimpa anak usia 1 tahun. Ia demam pada 25 Januari 2023 dan diberikan obat sirop penurun demam merk Praxion yang dibeli di apotek.
Setelah menjalani pemeriksaan di puskesmas dan rumah sakit, pasien akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole. Namun, 3 jam setelah dirawat di RSCM pada 1 Februari, pasien dinyatakan meninggal.
Sementara itu, satu kasus lain masih merupakan suspek, menimpa anak berusia 7 tahun. Pasien mengalami demam pada 26 Januari, kemudian mengonsumsi obat penurun panas sirop yang dibeli secara mandiri.
Pada 30 Januari, pasien suspek mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari puskesmas. Pada 1 Februari, pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan. Keesokannya, dirawat di RSUD Kembangan. Saat ini, pasien menjalani perawatan di RSCM Jakarta untuk pemeriksaan lanjutan.
Syahril menjelaskan, hingga 5 Februari 2023, tercatat 326 kasus gangguan ginjal akut dan satu suspek. Kasus ini tersebar di 27 provinsi di Indonesia. Dari jumlah itu, 116 kasus dinyatakan sembuh, sedangkan 6 kasus masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta.
Antisipasi pemerintah
Pemerintah, kata Syahril, melakukan tindakan antisipasi untuk mengetahui penyebab 2 kasus baru yang dilaporkan. Kemenkes bekerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), BPOM, epidemiologi, dan laboratorium kesehatan daerah (labkesda) DKI.
Selain itu, menggandeng farmakolog, para guru besar, dan Pusat Laboratorium Forensik Polri. Tujuannya, menelusuri epidemiologi guna memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.
Kemenkes juga akan kembali mengeluarkan surat kewaspadaan kepada seluruh Dinkes, fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), dan organisasi profesi kesehatan terkait kewaspadaan tanda klinis gangguan ginjal akut dan penggunaan obat sirop.