close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi istockphoto.com/
icon caption
Ilustrasi istockphoto.com/
Nasional
Rabu, 30 November 2022 09:15

Ini strategi Kemenkes akhiri endemi HIV pada 2030

Dari data modeling AEM, diperkirakan ada sekitar 526.841 orang hidup dengan HIV pada 2021.
swipe

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berkomitmen mengakhiri endemi HIV di Indonesia pada 2030. Salah satu upayanya yakni melalui penanggulangan HIV-AIDS dengan menempuh jalur cepat 95-95-95 atau triple 95.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi menjelaskan, maksud dari jalur cepat 95-95-95 yakni mencapai target indikator 95% estimasi Orang Dengan HIV (ODHIV) diketahui status HIV-nya, 95% ODHIV diobati, dan 95% ODHIV yang diobati mengalami supresi virus.

Berdasarkan data 2018-2022, capaian target tersebut khususnya pada perempuan, anak dan remaja masih belum optimal. Sebab, baru 79% ODHIV mengetahui status HIV-nya. Kemudian, baru 41% ODHIV yang diobati, dan 16% ODHIV yang diobati mengalami supresi virus.

Dari data modeling AEM, diperkirakan ada sekitar 526.841 orang hidup dengan HIV pada 2021, dengan estimasi kasus baru sebanyak 27.000 kasus. Dari angka infeksi kasus baru tersebut, sekitar 40% di antaranya terjadi pada perempuan.

Disampaikan Imran, ada beberapa faktor yang menyebabkan infeksi HIV pada perempuan cukup tinggi. Mulai dari pandemi Covid-19, retensi pengobatan ARV yang rendah, adanya ketidaksetaraan dalam layanan HIV, serta masih dirasakannya stigma dan diskriminasi yang berawal dari kurangnya pengetahuan masyarakat tentang HIV-AIDS.

"Hal ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak masih memerlukan penguatan,” ujar Imran dalam keterangannya, dikutip Rabu (30/11).

Penguatan strategi triple 95 dilakukan dengan menggencarkan promosi kesehatan dan mengupayakan pencegahan perilaku berisiko HIV-AIDS.

Selain itu, juga dilakukan skrining, testing, tracing untuk mengidentifikasi kasus baru, serta melakukan tatalaksana kasus. Tak hanya itu, Kemenkes juga mencantumkan strategi pengendalian HIV-AIDS sebagai bagian dari Standar Pelayanan Minimum di Fasyankes.

"Strategi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan," tutur Imran.

Selain dilakukan kepada perempuan, anak dan remaja, imbuh Imran, upaya-upaya tersebut juga mencakup seluruh kategori usia. Mulai dari bayi baru lahir, balita, anak usia sekolah dasar, remaja, dewasa dan lansia.

Hal ini dilakukan untuk memastikan setiap orang mendapatkan pelayanan pencegahan dan pengobatan sesuai kebutuhannya.

"Setiap orang yang berisiko terinfeksi HIV dapat datang ke fasyankes untuk melakukan tes. Bila hasil tes menyatakan terinfeksi HIV, segera minum ARV yang disediakan pemerintah di fasilitas layanan kesehatan mampu tes dan pengobatan HIV," jelas Imran.

Sebagaimana diketahui, Hari AIDS Sedunia (HAS) rutin diperingati pada 1 Desember setiap tahunnya. Peringatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemandirian masyarakat akan pentingnya pencegahan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam pengendalian HIV/AIDS.

Adapun tema global peringatan Hari AIDS Sedunia 2022 yakni “Equalize”, guna mengingatkan pentingnya mengakhiri ketidaksetaraan yang mendorong terjadinya AIDS di seluruh dunia, khususnya pada perempuan, anak, dan remaja.

Tanpa tindakan nyata dan terukur terhadap ketidaksetaraan, dunia termasuk Indonesia, berisiko tidak mencapai target untuk mengakhiri AIDS pada tahun 2030.

Sementara, tema nasional yang diambil adalah "Satukan Langkah Cegah HIV, Semua Setara Akhiri AIDS." Tema ini mengajak seluruh pihak untuk bergerak bersama mengakhiri HIV-AIDS di Indonesia dengan mengusung kesetaraan bagi semua, khususnya perempuan, anak, dan remaja.

Imran menambahkan, peran dari seluruh lapisan masyarakat sangat penting untuk menyukseskan penanggulangan HIV-AIDS. Terwujudnya hal ini ditandai dengan dengan tercapainya Three Zero, yakni zero infeksi baru HIV, zero kematian terkait AIDS, dan zero stigma-diskriminasi.

"Diperlukan dukungan semua pemangku kepentingan untuk mengatasi tantangan tersebut, baik oleh pemerintah Pusat dan daerah, akademisi/praktisi, masyarakat, swasta, dan media di sektor kesehatan dan di luar sektor kesehatan," tandas Imran.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan