Perlakuan body shaming dapat dijerat sejumlah pasal. Body shaming atau mengomentari kekurangan dari fisik orang lain, dianggap sebagai suatu perbuatan yang dapat mengganggu psikologis, sehingga pemerintah menerapkan sejumlah pasal bagi para pelaku body shaming.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo menuturkan, penjeratan sejumlah pasal terhadap perilaku body shaming dikategorikan ke dalam beberapa jenis.
Jenis pertama adalah body shaming melalui media sosial. "Pertama tindakan seseorang yang mentransmisikan narasi berupa hinaan ejekan terhadap bentuk, wajah, warna kulit, postur seseorang menggunakan media sosial," ujar Dedi di Humas Mabes Polri, Rabu (28/11).
Jenis body shaming seperti itu, seseorang bisa dikenakan pasal 45 ayat 1 dan pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman hukuman pidana enam tahun.
Body shaming jenis lainnya apabila seseorang melakukannya secara verbal. Atas perbuatan itu, seseorang dapat dikenakan pasal 310 KUHP dengan ancaman hukuman sembilan bulan.
Jenis body shaming terakhir yakni apabila seseorang melakukannya secara tertulis. Body shaming jenis itu dapat dikenakan pasal 311 KUHP dengan ancaman hukuman empat tahun.
"Ancaman hukuman body shaming di media sosial memang lebih berat karena penghinaannya lebih dilihat banyak orang," tuturnya.
Pada kasus body shaming, proses hukumnya harus dilandasi oleh aduan. Kendati demikian, pihak kepolisian akan menempuh jalur mediasi terlebih dahulu dalam proses penanganannya.
Sebelumnya hal itu termasuk ke dalam laporan penghinaan dan pencemaran nama baik. Di 2018 sendiri, jenis kasus penghinaan dan pencemaran nama baik mencapai 966. "Pada 2018 ini ada 966 kasus seluruh Indonesia dan sudah diselesaikan 374 kasus," tandasnya.