LaporCovid-19 bersama organisasi profesi kesehatan dan Indonesia Corruption Watch mengumpulkan data penerimaan insentif dan santunan kepada tenaga kesehatan (nakes) selama pandemi sejak awal 2021.
"Upaya ini kami lakukan untuk memastikan pemerintah melindungi tenaga kesehatan dan memenuhi amanah Kepmenkes No. 4239 Tahun 2021 tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kepada Tenaga Kesehatan," tulis LaporCovid-19 dalam keteranganya, Jumat (1/10/2021).
Dalam kurun waktu satu bulan, dari 1 Agustus 2021 hingga 2 September 2021, LaporCovid19 menerima sedikitnya 131 keluhan mengenai dana insentif tenaga kesehatan (nakes) yang tersebar di berbagai provinsi, di antaranya Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Banten, hingga Papua. Baik di fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah maupun swasta.
Dari sisi permasalahan pemberian insentif nakes, LaporCovid-19 menyebut cukup beragam, mulai dari belum menerima, penyalurannya tidak teratur, jumlahnya tidak sesuai dengan juknis KMK, hingga terjadinya pemotongan insentif.
"Sebanyak 51% laporan atau 67 laporan menyebutkan bahwa tenaga kesehatan belum menerima sama sekali insentif yang semestinya menjadi hak mereka. Sedangkan laporan lainnya menunjukkan bahwa insentif sudah diterima oleh tenaga kesehatan. Namun, pemberian insentif ini tak selamanya berjalan mulus. Dari 64 laporan yang menyatakan bahwa insentif sudah diterima, 35 diantaranya mengeluhkan adanya permasalahan dalam pemberian insentif ini," bebernya.
Bila dirinci berdasarkan provinsi, maka Jawa Timur, Jawa Barat, dan DKI Jakarta menjadi daerah dengan penerimaan laporan belum diterima insentif tenaga kesehatan terbanyak. Namun, laporan mengenai insentif juga menyebar ke wilayah lain seperti Sumatera Utara, Banten, hingga Papua.
"Adapun jumlah laporan yang diterima bukan berarti menunjukkan situasi sebenarnya, bisa jadi masih banyak kejadian serupa yang juga dialami oleh tenaga kesehatan lain tetapi belum melaporkan kepada LaporCovid-19," bebernya.
Pun ketika insentif tersebut diberikan kepada tenaga kesehatan yang juga memiliki masalah. "31 laporan menunjukkan bahwa pemberian insentif kerap tidak teratur sesuai jadwal, bahkan di antaranya juga mengeluhkan pemberian insentif yang tiba-tiba terhenti meski penanganan Covid-19 masih berjalan sebagaimana biasanya," ungkapnya.
"Laporan lain seperti insentif dipotong oleh pihak manajemen Faskes hingga jumlah insentif yang didapatkan tidak sesuai dengan juknis Kepmenkes 4239/2021 juga masih kami terima dalam bulan ini. Artinya, belum ada upaya perbaikan dalam pengawasan dan monitoring dalam pemberian insentif tenaga kesehatan yang semestinya sudah berjalan lebih dari satu tahun," katanya.
Untuk itu, LaporCovid-19 mendorong agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar tidak menunda penyaluran insentif tenaga kesehatan, khususnya bagi faskes yang sudah mengusulkan dan memberikan dokumen administrasi pendukung.
"Pemerintah harus menentukan waktu batasan akhir penyaluran sehingga tidak ada nakes yang mengalami keterlambatan penyaluran dan harus menunggu tanpa kepastian," lanjutnya.
Kemudian, pemerintah pusat dan pemda perlu meningkatkan pengawasan terhadap tata kelola insentif baik di faskes milik pemerintah maupun swasta, termasuk dugaan pemotongan insentif maupun penyelewengan lainnya. "Pemerintah untuk memberikan sanksi terhadap faskes yang secara terbukti melakukan penyelewengan/penyalahgunaan terhadap insentif nakes," pungkasnya.