close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sebuah truk kontainer melintas di salah satu ruas jalan di Kota Bekasi, Jawa Barat, Minggu (4/9). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin
icon caption
Sebuah truk kontainer melintas di salah satu ruas jalan di Kota Bekasi, Jawa Barat, Minggu (4/9). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin
Nasional
Minggu, 11 September 2022 14:31

Intaian maut di jalur-jalur tengkorak Bekasi

Jalanan rusak di Bekasi telah 'melegenda' jadi salah satu penyebab maraknya kecelakaan.
swipe

Rojikin, 67 tahun, baru saja rampung membersihkan meja di warung pecelnya saat dikagetkan oleh sebuah suara keras. Di jalanan di depan warungnya, ia menyaksikan seorang pengendara sepeda motor kehilangan keseimbangan. Motornya lantas tergelincir. Sang pengendara terseret hingga beberapa meter.

"Parah jatuhnya. Bagian depan motornya hancur. Orangnya tadi sempat pingsan, tapi akhirnya sadar. Orangnya (luka-lukanya) enggak parah, cuma sempat terseret di aspal. Untung belakangnya kosong," ucap Rojikin saat menuturkan peristiwa kecelakaan yang baru ia saksikan kepada Alinea.id, Minggu (4/8).
 
Warung pecel milik Rojikin berada di Jalan Narogong, Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. Lokasinya tak jauh dari Kantor Kelurahan Rawa Lumbu. Di dekat warung itu, terbentang jalanan yang bergelombang dan penuh lubang. 

Menurut Rojikin, Jalan Narogong sudah lama terkenal sebagai jalur tengkorak. Mulai berdagang di kawasan itu sejak 1997, Rojikin mengaku sudah mendengar dan menyaksikan banyak kecelakaan di sepanjang jalan tersebut. Ada kecelakaan beruntun, ada pula kecelakaan yang hingga memakan korban jiwa. 

Khusus di jalanan di depan warungnya, Rojikin menyebut kecelakaan lazim terjadi pada pagi dan malam hari. "Tapi, kalau di tempat saya enggak ada yang sampai meninggal di tempat. Enggak tahu pas di rumah sakit. Tapi, jujur jalan ini ngeri banget. Lengah dikit bisa fatal," kata Rojikin. 

Pemda setempat, kata Rojikin, tak diam saja. Jalanan itu berulangkali ditambal pekerja yang dikirim oleh Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bekasi. Tak lama setelah dirapihkan, jalanan kembali bergelombang dan berlubang. 

"Soalnya, jalan ini terus dilewati kendaraan truk berat," ujar perantau asal Lamongan, Jawa Timur itu. 

Situasi serupa terlihat di salah satu ruas Jalan Narogong, tak jauh dari sekolah Marsudirini. Di lokasi itu, terlihat sebuah ceruk yang cukup dalam karena galian pipa kabel PT Telkom yang tidak tertutup sempurna. 

Hadirosikun, seorang tukang servis AC dan kulkas yang buka kios di sana, menuturkan jalanan itu rutin memakan korban. Teranyar, Hadirosikun menyaksikan sepeda motor yang ditunggangi sepasang suami-istri dan anaknya terjatuh saat menyalip sebuah truk kontainer. 

"Karena membuntuti dari belakang kontainer, lewat di kolongnya langsung ada lubang. Mereka enggak sempat menghindari lubang. Jadi, kayak jebakan batman," ucap Hadirosikun saat berbincang dengan Alinea.id, Minggu (4/8).

Peristiwa kecelakaan terjadi semalam sebelumnya. Seperti kecelakaan teranyar itu, menurut Hadirosikun, kecelakaan di ruas jalan di dekat kiosnya biasanya terjadi saat langit telah gelap. Namun, belum ada yang memakan korban jiwa. 

"Tapi, banyak yang mengalami patah tulang. Pas ditolong, dia njerit. Ternyata tulang kaki patah," ujar pria berusia 60 tahun itu. 

Perbaikan jalan Narogong di dekat kiosnya, kata Hadirosikun, juga rutin dilakukan. Namun, karena biasa dilintasi truk dan kendaraan tempur militer, usia perbaikan jalan tak bertahan lama. 

"Paling hanya bertahan tiga bulan. Setelah itu, ya, rusak lagi. Wajar saja lubang (bekas galian) PDAM (perusahaan daerah air minum) atau kabel telepon gampang jebol di jalur ini," tutur Hadirosikun. 

Kondisi tak jauh berbeda juga telihat di salah satu ruas Jalan KH. Noer Ali, tak jauh dari Metropolitan Mall Bekasi. Pada lokasi itu, terdapat beberapa titik di badan dan bahu jalan yang retak. Saat hujan turun, air menggenang dan menutupi lubang-lubang jalan. 

Berkah, seorang pengemudi ojek online yang sering "wara-wiri" di Jalan KH. Noer Ali, mengatakan problem utama Jalan KH. Noer Ali serupa dengan Jalan Raya Bekasi yang menghubungkan Bekasi dan Cakung, yakni berlubang dan bergelombang.

"Kalau di sini (Jalan Noer Ali) itu, lubangnya kecil-kecil, tapi dalam. Kalau (pengemudi) lagi meleng, ya, (kendaraan) oleng," ujar Berkah kepada Alinea.id, Minggu (4/8). 

Berkah pernah jadi "korban" Jalan KH. Nur Ali. Ia tergelincir saat berkendara di jalan itu pada suatu malam. Ketika itu, hujan deras membuat jalan berlubang tertutup kubangan air. "Jeblos ban saya. Lumayan dalem," kata dia. 

Saat melintasi jalan itu, Berkah mengaku tak pernah berani ngebut. Namun, ia kerap mengangkut penumpang uang memaksa ingin cepat sampai tujuan. Ia kerap was-was saat membawa penumpang "jenis" itu.

"Karena di sini ada jalur yang dua arah juga. Jadi, enggak satu jalur. Terus, misalnya, kena jalan berlubang, ya, bahaya buat penumpang," ujar Berkah. 

Seorang pengendara motor berzig-zag di antara mobil dan truk di salah satu ruas jalan di Kota Bekasi, Jawa Barat, Minggu (4/9). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin

Kerap dipersoalkan 

Buruknya kondisi jalanan di Bekasi pernah diperkarakan Sulastri, putri Ponti Kadron Nainggolan. Pada 8 Februari 2014, ayahnya meninggal karena tertabrak truk. Ketika itu, ayah Sulastri genap berusia 60 tahun. 

Peristiwa kecelakaan terjadi di Jalan Narogong, tak jauh dari Pasar Bantargebang. Sepeda motor yang dikendarai ayah Sulastri oleng karena "menginjak" lubang di salah satu ruas jalan tersebut. Motor ayah Sulastri lantas keluar jalur hingga terhantam truk dari arah berlawanan. 

"Bapak saya terkapar lama dan enggak langsung dibawa ke rumah sakit. Jadi, telat penanganannya," kata Sulastri saat menuturkan kembali peristiwa kecelakaan tersebut kepada Alinea.id, Senin (5/8). 

Merasa ayahnya menjadi korban kelalaian pemerintah, Sulastri meminta bantuan LBH Jakarta untuk menggugat Pemkot Bekasi dan Pemprov Jawa Barat. Ia menuntut ganti rugi sebesar Rp800 juta. "Gugatan itu masuk pada Oktober 2014 ke PN (Pengadilan Negeri) Bekasi," kata Sulastri.

Dalam putusan yang dikeluarkan pada 2015, gugatan itu tidak dikabulkan PN Bekasi. Tak patah arang, Sulastri kembali menggugat pemerintah daerah di Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Majelis hakim juga tidak mengabulkan tuntutan Sulastri. 

"Karena dianggap bukti gugatan tidak memadai. Saya lihat, pada dasarnya di, PN Bekasi memang tidak berniat untuk memutuskan perkara yang sungguh-sungguh," kata Sulastri.

Saat menggugat, Sulastri didampingi Nelson Nicodemus, advokat LBH Jakarta. Kepada Alinea.id, Nelson mengungkap proses peradilan ketika itu tidak menguntungkan bagi keluarga korban. Majelis hakim hanya bertumpu pada bukti-bukti yang disodorkan pemerintah. 

"Sempat jalan ini dua bulan rusak. Tiba-tiba ada bukti dari pemerintah provinsi atau kota yang menyatakan kalau itu sudah dilakukan perbaikan. Waktu itu sudah kita tanya. Ini jalan rusak sekian. Mereka langsung bikin surat-surat untuk perbaikan," tutur Nelson.

Menurut Nelson, gugatan Sulastri berdasar hukum. Pasalnya, Mahkamah Agung (MA) telah mendorong sanksi pidana bagi pejabat dalam kasus kecelakaan lalu lintas akibat jalan rusak. Itu juga sesuai dengan Pasal 273 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 

Sayangnya, proses hukum tidak adil lantaran pengadilan hanya mau mendengar dari sudut pandang pemerintah saja. "Jadi, pengadilan membebankan pembuktian pada orang yang bisa membuat bukti sendiri," kata dia. 

Jalan Narogong, menurut Nelson, sudah lama terkenal sebagai jalur tengkorak bagi masyarakat Bekasi dan Bogor. Namun, jarang ada korban kecelakaan yang mau mempersoalkan "kelalaian" pemerintah di jalur maut itu. 

"Semenjak ada tuntutan, saya lihat lebih banyak peringatan atau mewanti-wanti pengguna jalan. Dari dulu Jalan Narogong itu sudah memakan banyak korban. Tapi, enggak ada yang gugat," kata Nelson.

Kepala Bidang Bina Marga, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Bekasi, Idi Sutanto mengaku sudah banyak warga yang mempersoalkan jalan rusak di Bekasi. Namun, ia menyebut dinasnya tak punya anggaran untuk memperbaiki semua jalan yang rusak di kota itu. 

"Ini belum diketahui masyarakat juga. Jadi, jangan sampai kita anggaran enggak ada, kami juga sudah ngusulin ke mana-mana, terus kalau ada kecelakaan disalahin ke kami. Itu kan enggak fair. Mesti dilihat lebih dalam juga apa sebab dia kecelakaan. Prakondisi yang mengakibatkan itu," ujar Idi kepada Alinea.id, Senin (5/8).

Idi menegaskan pemkot sudah merencanakan dan tengah menjalankan perbaikan jalan di sejumlah titik di Bekasi. Selain di Jalan KH.Noer Ali, keluhan terkait jalan rusak juga datang dari warga pengguna jalan di berbagai kawasan, semisal Jalan Bojong Menteng, Rawa Lumbu dan Jalan Raya Bekasi, Kelurahan Kalibaru.

"Untuk Jalan KH. Noer Ali sedang kami sisir. Ada beberapa titik (bekas lubang galian Telkom dan PDAM) yang memang kami minta untuk diperbaiki karena itu kerjaan dia. Tapi, kalau dia enggak mau, ya, mau enggak mau kita yang benerin. Di jalan itu kan ada pipa zaman lama, ya. Kemarin sempat bocor juga," tutur Idi. 

Soal Jalan Narogong yang hingga kini masih jadi momok bagi pengendara, Idi mengatakan, perbaikan di ruas-ruas jalan itu merupakan tanggung jawab Pemprov Jawa Barat. Meskipun berada di Bekasi, jalan itu merupakan jalan provinsi yang menghubungkan Cileungsi, Kabupaten Bogor dengan Bantar Gebang, Bekasi.

Lebih jauh, Idi mengingatkan agar warga Bekasi berhati-hati saat berkendara melintasi ruas-ruas jalan yang rusak. Selain karena jalan rusak, ia mengatakan, kecelakaan juga kerap terjadi lantaran kelalaian para pengendara. 

"Kadang itu yang tidak diketahui masyarakat, semisal di jalan kota kan kecepatan maksimal itu 40 kilometer per jam. Masyarakat kalau kecepatan lebih dan terjadi kecelakaan, ya, bukan semata-mata salah pemerintahnya juga. Jadi, ada banyak faktor," ujar Idi.

Sebuah truk pengangkut barang melintas di salah satu jalan di Kota Bekasi, Jawa Barat, Minggu (4/9). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin

Dorong revisi regulasi

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno berpandangan kondisi jalan rusak tak hanya kerap disebabkan kelalaian pemerintah. Ia menyebut ada banyak pihak yang harus dimintai tanggung jawab, termasuk di antaranya perusahaan logistik yang sopirnya "nakal". 

Ia mencontohkan peristiwa kecelakaan yang terjadi di Jalan Sultan Agung, Kota Baru, Bekasi Barat, akhir Agustus lalu. Dalam peristiwa itu, sebuah truk kontainer menabrak halte SDN Kota Baru II dan III. Ada 11 orang tewas karena kecelakaan itu. 

Dari hasil penyidikan, kepolisian menemukan bobot muatan keseluruhan kontainer itu mencapai 70,56 ton. Padahal, bobot muatan keseluruhan kontainer maksimal hanya boleh 34,72 ton. Kecelakaan itu mengindikasikan truk-truk "perusak" jalan kerap melintasi Bekasi dan lolos dari pengawasan. 

"Nah, konteks ini sebenarnya tugas polisi untuk mencecah jalan rusak. Tapi, masalah ini kerap dibebankan ke PU (Dinas Pekerjaan Umum) dan Bina Marga. Ya, mereka lelah untuk mengatasi itu karena polisi enggak mau bertindak," ucap Djoko kepada Alinea.id. 

Ironisnya, lanjut Djoko, hanya sopir yang kerap dibawa ke meja hijau dalam kasus-kasus kecelakaan yang melibatkan truk obesitas. Padahal, muatan kontainer sejatinya disiapkan berbasis instruksi dari perusahaan logistik.

Ia mengusulkan agar UU LLAJ direvisi supaya bisa menyasar perusahaan-perusahaan logistik yang sengaja membiarkan truk-truk mereka kelebihan muatan. Sejalan dengan itu, Kementerian Perhubungan diberi kewenangan untuk menyidik dan menindak perusahaan-perusahaan nakal. 

"Sama seperti di PPNS Kementerian Keuangan yang bisa menindak money laundry. Kalau enggak boleh, ya, polisi bertindak tegas dong. Dia harus mengusut sampai ke pangkal masalahnya, termasuk ke perusahaan angkutan barang yang bermasalah," kata Djoko.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjelaskan pemerintah daerah tidak bisa diperkarakan secara pidana dalam kasus kecelakaan yang disebabkan jalan rusak. Hukum pidana hanya bisa menjerat para pelaku yang terlibat langsung dalam kecelakaan. 

"Artinya, hukum pidana hanya akan menghukum penyebab langsung terjadinya tindak pidana atau jatuhnya korban. Tetapi, secara perdata, pemda bisa digugat atas kerugian yang timbul akibat kecelakaan karena jalan rusak," kata Fickar kepada Alinea.id.

Ketentuan itu, kata Fickar, berlaku bagi kasus-kasus kecelakaan tunggal dan kecelakaan yang melibatkan lebih dari satu kendaraan. Dua hal yang utamanya bakal diselidiki, yakni unsur kesengajaan atau kelalaian para pelaku dalam peristiwa kecelakaan.

"Pemda memang bertanggung jawab atas jalan atau prasarana lain yang menyebabkan terjadinya peristiwa pidana. Tetapi, bukan tanggung jawab pidana, melainkan tanggung jawab administratif dan sosial. Tanggung jawab pidana tetap pada pelaku langsung baik karena kesengajaan maupun karena kelalaiannya," jelas Fickar.
 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan