Indonesia Police Watch (IPW) membeberkan dalang kerusuhan pada aksi massa 22 Mei 2019 yang terjadi di depan kantor Bawaslu, yang kemudian meluas hingga Tanah Abang dan Petamburan. Menurut IPW, dalang kerusuhan berjumlah enam orang. Dari keenam orang tersebut, salah satunya ada anak kiai ternama.
Demikian dikatakan Ketua Presidium IPW Neta S. Pane. Menurut Neta, keenam orang yang didduga sebagai dalang kerusuhan pada 22 Mei 2019 hingga kini masih berkeliaran. Di sisi lain, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyatakan telah mengantongi identitas dalang kerusuhan tersebut.
Menurut Neta, Polri harus segera menangkap keenam dalang tersebut sebelum mereka membuat kerusuhan lagi atau melarikan diri. “Dari informasi yang diperoleh IPW, ada enam orang dalang kerusuhan 22 Mei itu, yakni dua perwira tinggi purnawirawan, dua perwira menengah purnawirawan, satu tokoh preman, dan satu anak kiai ternama,” kata Neta melalui keterangan resmi di Jakarta pada Jumat (24/5).
Neta tidak dapat merinci lebih jauh keenam orang yang dimaksud. Ia memastikan, dalang kerusuhan 22 Mei bukan enam orang tersangka yang telah ditangkap oleh polisi atas kepemilikan senjata api.
Neta juga mendesak Polri segera menangkap penyandang dana aksi kerusuhan. Keenam dalang dan penyandang dananya harus dimintai pertanggungjawaban atas meninggalnya korban. Termasuk para pedagang dan pihak lainnya yang telah dirugikan.
“Untuk semua kerugian masyarakat di sekitar lokasi kerusuhan bisa dibebankan kepada pelaku dan kepada keenam dalang kerusuhan tersebut. Juga penyandang dana melalui akumulasi hukuman dengan pasal berlapis yang dibebankan,” ucap Neta.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan hingga saat ini pihaknya baru mengusut mengenai kepemilikan senjata milik enam orang yang telah ditangkap. Namun demikian, ia tidak dapat memastikan jumlah dalang kerusuhan pada 22 Mei berjumlah enam orang.
“Yang enam orang itu ditangkap tanggal 18 dan 19 Mei terkait senjata api yang akan digunakan untuk menembak pendemo, sehingga ada korban meninggal yang dapat sebagai martir untuk memperluas kerusuhan dan bentrok masa dengan polisi,” kata Dedi.