Indonesian Police Watch (IPW) menyebut surat jalan yang diberikan kepada buron Djoko Tjandra diduga dikeluarkan oleh Polri. Surat jalan tersebut dikeluarkan dengan status Djoko Tjandra sebagai konsultan Bareskrim Polri.
Ketua Presidium IPW Neta S Pane menyebutkan, pihak yang menandatangani surat jalan tersebut diduga bagian Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Polri. Bertindak sebagai Kepala Biro sekaligus yang tanda tangan adalah Brigjen Prasetijo Utomo.
"Dari data yang diperoleh IPW, surat jalan untuk Djoko Tjandra melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Polri dikeluarkan tanggal 18 Juni 2020," kata Neta dalam keterangan resmi, Rabu (15/7).
Menurut Neta, sekelas bintang satu seperti Prasetijo Utomo pasti diperintahkan oleh seseorang untuk membuat surat jalan itu. Ia mendesak siapa dalang yang memerintahkan pembuatan surat jalan untuk Djoko Tjandra yang sekaligus menjadi pelindung buron itu bisa keluar-masuk Indonesia.
"IPW mendesak agar Brigjen Prasetijo Utomo segera dicopot dari jabatannya dan diperiksa oleh Propam Polri," tuturnya.
Neta mendorong Presiden Jokowi untuk turun tangan mengevaluasi kerja Polri, terutama Bareskrim, yang melindungi koruptor kelas kakap. Bahkan Neta juga mendesak Komisi III DPR segera membentuk panitia khusus penelusuran persekongkolan Polri dengan Djoko Tjandra.
Djoko Tjandra merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000, kejaksaan pernah menahan Joko. Namun hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatan itu bukan perbuatan pidana melainkan perdata.
Pada Oktober 2008, Kejaksaan mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap kasus Joko ke Mahkamah Agung. Pada 11 Juni 2009, Majelis Peninjauan Kembali MA menerima PK yang diajukan jaksa. Majelis hakim memvonis Joko dua tahun penjara dan harus membayar Rp15 juta. Uang milik Joko di Bank Bali sebesar Rp546,166 miliar dirampas untuk negara. Imigrasi juga mencekal Joko.
Joko Tjandra kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkaranya. Kejaksaan menetapkan Joko sebagai buronan. Belakangan, Joko diketahui kembali masuk ke Indonesia untuk mendaftarkan PK ke PN Jakarta Selatan.