close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gubernur Aceh non aktif, Irwandi Yusuf, saat akan diperiksa oleh KPK. Antara Foto
icon caption
Gubernur Aceh non aktif, Irwandi Yusuf, saat akan diperiksa oleh KPK. Antara Foto
Nasional
Rabu, 08 Mei 2019 11:52

Irwandi Yusuf diduga terlibat pelanggaran HAM berat di Aceh

Pemeriksaan terhadap Irwandi Yusuf oleh Komnas HAM akan difasilitasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
swipe

Komnas HAM akan memeriksa Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf terkait kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di beberapa wilayah Aceh. Pemeriksaan terhadap Irwandi dijadwalkan pada Rabu (8/5) dengan difasilitasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran HAM berat, yaitu Peristiwa Timang Gajah, Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Wilayah pada sekitar periode 2001 sampai 2004,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta pada Rabu (8/5).

Febri menjelaskan, pemeriksaan Irwandi terkait kasus dugaan pelanggaran HAM dilakukan setelah ada penetapan dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tertanggal 7 Mei 2019. 

Dalam salinan penetapan dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang disampaikan ke KPK tercantum bahwa Pengadilan Tinggi DKI memberikan izin pada tim adhoc penyelidik pro-justitia pelanggaran HAM yang berada di Provinsi Aceh.

Febri menjelaskan, perwakilan Komnas HAM yang akan datang ke KPK untuk memeriksa Irwandi, yakni Ahmad Taufan Damanik dan Mohammad Choirul Anam.

Adapun atas kasus korupsi yang menjerat Irwandi Yusuf, KPK telah mengajukan banding terhadap vonis mantan pejabat Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu. Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis penjara 7 tahun terhadap Irwandi dalam kasus penerimaan suap dan gratifikasi, 8 April 2019.

Selain penjara, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan. Irwandi dinilai terbukti dalam dua dakwaan jaksa penuntut umum KPK, yaitu menerima suap sebesar Rp1,05 miliar terkait proyek-proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA), dan menerima gratifikasi senilai Rp8,717 miliar.

Vonis tersebut lebih rendah jika dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta hakim menjatuhkan vonis penjara selama 10 tahun. Juga pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. (Ant)

img
Tito Dirhantoro
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan