Pesawat Pelita Air dengan nomor penerbangan IP 205 rute Surabaya-Jakarta terpaksa menepi ke Remote Area saat akan bertolak dari Bandara Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim), pada Rabu (6/12) siang, sekitar pukul 13.20 WIB. Ini dilakukan lantaran adanya isu ancaman bom.
Setelah menepi, seluruh penumpang turun dengan membawa barang bawaannya. Lalu, otoritas berwenang melakukan sterilisasi. Ternyata, hasilnya nihil alias tidak ditemukan bahan peledak.
Corporate Secretary PT Pelita Air Service, Agdya PP Yogandari, mengatakan, hal ini bermula ketika seorang oknum penumpang bercanda dengan melontarkan adanya ancaman bom. Gurauan dikatakannya saat pesawat sedang berjalan menuju landasan pacu.
"Didapat fakta bahwa gurauan ancaman bom berasal seorang penumpang yang berada di dalam pesawat penerbangan IP 205 dengan nama Surya Hadi Wijaya dengan seat number 14A," katanya.
Pelita Air lantas mengambil langkah tegas sesuai protokol keamanan. "Penumpang tersebut akan diproses sesuai dengan undang-undang yang berlaku," ucapnya.
"Keamanan dan keselamatan penumpang serta kru adalah prioritas utama bagi Pelita Air. Kami selalu mengikuti protokol keselamatan dan keamanan yang ketat dan tidak mentolerir hal-hal yang berpotensi mengganggu keamanan dan keselamatan penerbangan dan akan bertindak tegas kepada pelaku," tuturnya.
Pesawat akhirnya mengudara sekitar pukul 18.00 tadi. Penumpang sempat menunggu di ruang keberangkatan Bandara Juanda.
Proses hukum berjalan
Terpisah, Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, menyatakan, pelaku dipastikan akan diproses sesuai hukum berlaku. Sebab, melanggar Pasal 344 huruf e Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
Jika yang bersangkutan masyarakat sipil, maka polisi yang menjalankan proses hukum. Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Laut (Pomal) yang turun tangan apabila pelaku adalah personel militer.
"Penumpang yang melakukan ancaman bom tersebut sekarang sudah ditahan dan diperiksa oleh petugas," ujarnya. Merujuk Pasal 437 ayat (2) UU Penerbangan, pelaku terancam maksimal 8 tahun penjara karena mengakibatkan kerugian harta benda.
Ramadhan melanjutkan, pelaku tidak memiliki motif khusus selain bergurau soal ancaman bom. "'Becanda,' katanya."
Ini bukanlah kasus pertama yang terjadi di dunia penerbangan sipil di Indonesia. Bahkan, tercatat ada 10 kasus serupa sepanjang Mei 2018.
Kala itu, kasus becanda teror bom dilakukan penumpang berbagai maskapai dengan tujuan berbeda. Dari belasan pelaku, dua di antaranya adalah anggota DPRD Banyuwangi dari Partai Gerindra dan Partai Hanura, Basuki Rahmad dan Nauval Badri, yang merupakan penumpang Garuda Indonesia tujuan Jakarta dengan nomor pesawat GA 265, 23 Mei 2018.
Atas maraknya kasus ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berkomitmen menyeret pelaku hingga "meja hijau". Langkah tersebut dilakukan agar menimbulkan efek jera.
"Target kita sebenarnya adalah bagaimana masyarakat itu lebih jera melakukan tindakan-tindakan yang tidak lucu seperti itu," ucap Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, 3 Juni 2018.
Di sisi lain, penumpang, maskapai, hingga operator bandara yang dirugikan akibat candaan bom dalam penerbangan juga bisa menuntut pelaku secara perdata. Ini tertuang dalam Instruksi Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Nomor 3 Tahun 2017.