Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Nur Hidayati, mengungkapkan akar masalah kebakaran hutan dan lahan yang terus berulang di Provinsi Riau diakibatkan karena terlalu luasnya izin konsesi yang diberikan pemerintah kepada perusahaan. Ini terjadi baik di sektor kehutanan maupun perkebunan.
“Kebakaran hutan dan lahan atau Karhutla adalah peristiwa yang berulang. Penanganannya pun dianggap tidak pernah sampai pada akar masalahnya dengan membatasi izin konsesi bagi perusahaan,” kata Nur Hidayati kepada Alinea.id di Jakarta, Rabu (7/8).
Nur Hidayati menjelaskan, dengan diberikannya izin konsesi lahan yang terlalu luas, membuat perusahaan makin leluasa. Perusahaan yang mendapat izin konsesi lahan tak akan segan-segan melakukan pembukaan lahan secara besar-besaran.
Dengan demikian, aktivitas yang dilakukan perusahaan tersebut kemudian mengakibatkan terjadinya perubahan ekosistem. Kondisi hutan atau lahan yang sudah terbakar akan sulit dikembalikan seperti semula. “Butuh waktu sangat lama, bahkan bisa puluhan tahun,” ujarnya.
Menurut Nur Hidayati, kasus karhutla lebih sering menimpa ekosistem gambut. Sebab, banyak lahan gambut yang ternyata dikonsesikan kepada perusahaan. Karena sifat alami gambut yang basah, ketika dilakukan pembukaan lahan, maka air yang ada di bawah gambut itu akan keluar, sehingga banyak lahan gambut menjadi kering.
“Ketika hutan gambut yang merupakan rawa ini ditebang habis dan diubah jadi perkebunan, baik kelapa sawit maupun akasia untuk hutan tanaman industri kertas misalnya, nah itu lahan gambut yang tadinya mengandung air seperti spons yang basah jadi kering karena airnya keluar semua. Ketika kering itulah jadi sangat mudah dan cepat sekali terbakar,” kata Nur Hidayati.
Karena itu, ia mengimbau kepada pemerintah untuk mengkaji ulang mengenai perizinan konsesi lahan kepada perusahaan. Ini perlu dilakukan agar dapat mengurangi luas lahan konsesi. Pasalnya, saat ini lahan konsesi bagi perusahaan sudah terlalu luas. Sementara ekosistem lainnya telah kehilangan keseimbangan.
“Selama konsesi masih berlaku izinnya, maka kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan pembukaan-pembukaan secara ilegal, dan tidakan itu yang akan sulit diawasi oleh pemerintah,” kata Nur Hidayati.