Anggota Polda Sulawesi Utara, Brigadir Ahmad Malik (AM) resmi ditetapkan sebagai tersangka penembakan mahasiswa Universitas Halu Oleo, Immawan Randi, saat terjadi unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang KPK dan RUU KUHP di depan kantor DPRD Sulawesi Utara. Ia pun terancam dipecat dari institusi Polri.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Irjen Pol M Iqbal, mengatakan meski terancam dipecat, Brigadir Ahamd Malik saat ini masih aktif sebagai anggota Polri. Menurutnya, Brigadir Ahmad Malik yang saat ini tengah menjalani proses hukum pidana masih memiliki praduga tidak bersalah. Sidang keputusan sanksi atas status Brigadir Ahmad Malik pun akan dilakukan setelah hasil persidangan.
“Masih anggota aktif. Dia punya praduga tidak bersalah, jadi nanti setelah inkrach di pengadilan baru akan diputuskan,” kata Iqbal di Jakarta pada Kamis, (7/11).
Sementara itu, Kasubdit V Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Umum Polri, Kombes Pol Chuzaini Patoppoi, mengatakan pihak kepolisian telah melakukan uji balistik di Australia dan Belanda untuk enam senjata api milik enam anggota Polri yang disidang etik sebelumnya.
Hasilnya, lima senjata api dinyatakan tidak identik. Kelima senjata api tersebut masing-masing Bripka Muhammad Arifuddin, Bripka Muhammad Iqbal, Briptu Hendrawan, Bripda Fatur Rochim Saputro, dan AKP Diki Kurniawan. Karena tak terbukti, mereka tidak diproses hukum lebih lanjut. “Yang lima anggota etik saja sanksinya,” ucap Chuzaini.
Sementara satu senjata api dinyatakan cocok dengan proyektil yang ditemukan di lokasi aksi unjuk rasa. Senjata api itu tak lain milik Brigadir Ahmad Malik. Chuzaini mengungkap, Brigadir Ahmad Malik terbukti menembakkan dua proyektil yang mengenai mahasiswa Universitas Halu Oleo bernama Randy hingga tewas.
Brigadir Ahmad Malik menembakkan dua proyektil itu ke arah atas atau melambung. Selain mengenai Randi, satu proyektil lainnya mengenai seorang ibu hamil di bagian betis saat sedang tertidur di rumahnya.