close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi tahanan. Foto Pixabay.
icon caption
Ilustrasi tahanan. Foto Pixabay.
Nasional
Senin, 28 Agustus 2023 11:48

Jaksa Agung anggap jebloskan koruptor ke penjara tidak cukup

Jaksa Agung menyebut koruptor harus mengganti kerugian negara yang timbul akibat kelakuan mereka.
swipe

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengingatkan pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan menjebloskan para pelaku ke penjara. Koruptor harus mengganti kerugian negara yang timbul akibat kelakuan mereka.

Burhanuddin mengatakan, para penegak hukum seperti jajaran jaksanya tidak boleh terjebak pada paradigma pembuktian perkara saja. Pengembalian kerugian negara tersebut harus menjadi misi lainnya dalam penegakan hukum.

“Yang perlu menjadi perhatian, paradigma penegakan hukum pemberantasan korupsi selama ini masih terjebak dengan bagaimana memasukan pelaku ke penjara, padahal dengan memasukan pelaku ke penjara saja belum cukup mengubah kondisi Indonesia agar bebas dari korupsi,” kata Burhanuddin dalam keterangan yang dikutip Senin, (28/8).

Terlebih, kata Burhanuddin, perkembangan modus operandi tindak pidana korupsi semakin berkembang dan memberikan dampak kerugian yang semakin besar terhadap keuangan negara. Sehingga telah mengubah “mindset” kejaksaan dalam penanganan dan pemberantasannya. 

Belum lagi, kejaksaan saat ini sudah fokus pada aspek munculnya kerugian perekonomian negara yang memiliki dampak masif terhadap kerugian negara itu sendiri.

Burhanuddin mengambil contoh kinerja kejaksaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi hingga periode 2023. Tercatat bahwa kejaksaan telah melakukan penyidikan sebanyak 2.117 perkara, penuntutan sebanyak 3.923 perkara, dan eksekusi sebanyak 3.397 perkara dengan total kerugian negara senilai Rp152,2 triliun dan US$61,9 juta.

Penindakan yang dilakukan kejaksaan juga tidak hanya difokuskan pada follow the suspect dengan mengejar, mencari, dan memenjarakan pelakunya saja. Melainkan dilakukan menggunakan pendekatan follow the money.

Tujuan pengembalian kerugian keuangan negara dan pendekatan follow the asset untuk merampas aset-aset yang berasal dari tindak pidana korupsi itu sendiri.

Sebagaimana ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kejaksaan merupakan salah satu badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Lebih lanjut berdasarkan ketentuan Pasal 38 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Kejaksaan memiliki kewenangan menjalankan fungsinya yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang dilaksanakan secara merdeka, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Kemudian dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, ia menyampaikan posisi kejaksaan sangatlah sentral. Jaksa berwenang mengendalikan perkara pidana mulai dari tahap awal penyelidikan sampai dengan tahap akhir yaitu ekseskusi.

“Sebagai satu kesatuan proses penuntutan, Pasal 139 KUHAP juga mengatur jaksa memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan suatu perkara tersebut dapat dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan atau tidak. Oleh karena itu, jaksa memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan proses penegakan hukum itu sendiri,” ujarnya.

Maka dari itu, ia menegaskan, kewenangan kejaksaan ini berdasarkan pada asas single prosecution system, dominus litis, oportunitas, dan independensi penuntutan. Di samping itu, Kejaksaan merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar), yang dikenal dengan sebutan eksekutor.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan