Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin mencabut Surat Edaran (SE) Nomor 7 tertanggal 6 Agustus 2020, terkait izin pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan jaksa terlibat tindak pidana. Pencabutan tersebut tertuang dalam Keputusan Jaksa Agung RI Nomor 163 tertanggal 11 Agustus 2020.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setyono mengatakan, penarikan tersebut dikarenakan adanya disharmonisasi yang terjadi antarbidang.
“Dengan pertimbangan telah menimbulkan disharmoni antarbidang tugas sehingga pemberlakuannya saat ini dipandang belum tepat,” ujar Hari dalam keterangan resminya, Selasa (11/8).
Pada dasarnya, sambung Hari, SE itu belum didistribusikan ke seluruh jajaran Kejaksaan di daerah. Namun, informasinya telah tersebar meski pertimbangannya belum matang.
Hari menampik pencabutan dikarenakan adanya kritik dari sejumlah pihak yang menduga adanya perlindungan Burhanuddin terhadap oknum Jaksa nakal.
“Tidak, memang ini karena ada disharmonisasi, sehingga perlu dipertimbangkan kembali,” ucap Hari.
Sebelumnya, dalam surat edaran Nomor 7 tertulis tujuan dikelurkannya SE tersebut, yaitu agar menjadi pedoman Jaksa untuk dapat menjalankan profesinya tanpa mendapatkan intimidasi, gangguan, godaaan, campur tangan yang tidak tepat atau pembeberan yang belum diuji kebenarannya, baik terhadap pertanggungjawaban perdata, pidana, maupun lainnya.
Untuk dapat melakukan pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa, terdapat beberapa sarat agar mendapatkan izin Jaksa Agung. Permohonan sebagaimana harus dilengkapi dengan dokumen persyaratan, paling sedikit: surat pemberitahuan dimulainya penyidikan; laporan atau pengaduan; resume penyidikan atau laporan perkembangan penyidikan; dan berita acara pemeriksaan saksi.