Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanuddin, meminta para istri jaksa agar mengingatkan suaminya bisa mengedepankan hati nurani dalam bekerja. Sebab, penegakan hukum humanis tidak hanya berpaku pada regulasi formal, tetapi kearifan lokal yang hidup di masyarakat, seperti kebiasaan, adat, dan budaya.
"Untuk itu, besar harapan saya agar ibu-ibu anggota IAD (Ikatan Adhyaksa Dharmakarini) menjadi pengingat bagi para suaminya untuk senantiasa mengedepankan hati nurani dalam penegakan hukum," katanya dalam sambutannya pada acara HUT ke-23 IAD di Jakarta, Jumat (21/7).
Burhanuddin melanjutkan, keluarga adalah sumber kekuatan, kunci utama, dan cikal bakal pembentukan karakter sumber daya manusia (SDM) di kejaksaan. Dalam keluarga, peran ibu dapat menjadi salah satu faktor yang turut memengaruhi dan mengarahkan setiap tindak tanduk para jaksa. "Agar tujuan pencapaian kinerja suami sebagai aparatur kejaksaan berada di jalur yang benar."
Lebih jauh, ia menyampaikan, IAD didirikan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Kesejahteraan anggota tidak harus dinilai dan diukur dari materi.
"Kesejahteraan bisa juga dinilai dari semakin meningkatnya pengetahuan, wawasan, dan keterampilan anggota Ikatan Adhyaksa Dharmakarini dari waktu ke waktu," ucapnya.
Menurut Burhanuddin, menjadi anggota IAD merupakan amanah yang diemban secara otomatis oleh istri aparatur sipil negara (ASN) di kejaksaan. Karenanya, ia meminta para istri jaksa menjadi rambu bagi suami agar senantiasa menjauhi praktik transaksional dalam menangani perkara.
"Saya berpesan kepada ibu-ibu sekalian agar senantiasa mengingatkan suami untuk tidak melakukan perbuatan tercela dalam pelaksanaan tugasnya karena dampak merusaknya tidak hanya akan dirasakan oleh ibu dan keluarga, namun juga terhadap institusi kejaksaan," tuturnya.
Burhanuddin kemudian menyinggung perilaku pamer kekayaan (flexing) oleh pejabat negara yang sempat viral beberapa waktu lalu. Katanya, hal itu tidak baik sehingga keluarga besar kejaksaan diminta tetap menerapkan pola hidup sederhana dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan bermasyarakat.
"Ingat, ibu-ibu sebagai keluarga besar adhyaksa merupakan representasi wajah kejaksaan di lingkungan tempat tinggal masing-masing," ujarnya.
Burhanuddin berpendapat, keluarga besar kejaksaan harus bisa membedakan antara kebutuhan dan gaya hidup agar tidak flexing. Meskipun keduanya menyatu dalam diri manusia, tetapi esensi keduanya bertolak belakang.
"Ingatlah, seberapa pun yang kita miliki pasti bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Sebaliknya, sebanyak apa pun yang kita miliki tidak akan pernah cukup untuk memuaskan gaya hidup. Ibaratnya seperti minum air laut: semakin diminum, semakin merasa haus. Kuncinya hanya satu, merasa cukup dan senantiasa bersyukur," tuturnya.