close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Terdakwa kasus suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Eddy Sindoro menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (27/12)./AntaraFoto
icon caption
Terdakwa kasus suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Eddy Sindoro menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (27/12)./AntaraFoto
Nasional
Kamis, 27 Desember 2018 16:52

Jaksa KPK jelaskan peranan Eddy Sindoro dalam sidang

Uang suap tesebut, dimaksudkan agar Edy Nasution bersedia menunda proses pelaksanaan pemberian surat peringatan pengadilan
swipe

Jaksa Penuntut Umum (KPK) menjelaskan peranan eks Bos Lippo Grup, Eddy Sindoro saat menyuap Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Edy Nasution dalam sidang perdana di Tipikor Jakarta. 

"Memberi uang sejumlah Rp150 juta dan US$ 50.000, kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu Edy Nasution selaku Panitera pada pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata JPU KPK Abdul Basyir, saat membacakan surat dakwaan Eddy Sindoro, Kamis (27/12). 

Uang suap tesebut, dimaksudkan agar Edy Nasution bersedia menunda proses pelaksanaan pemberian surat peringatan pengadilan (aanmaning) terhadap terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (PT AAL) yang sebetulnya sudah lewat jadwal. 

Eddy Sindoro melakukan penyuapan tersebut dibantu oleh Wresti Kristian Hesti Susetyowati, Ervan Adi Nugroho, Hery Soegiarto dan Doddy Aryanto Supeno. 

Lantas, terkait aanmaning terhadap PT MTP tersebut, dilakukan karena PT MTP dinyatakan wanprestasi dan diwajibkan membayar ganti rugi kepada PT KYMCO sebesar US$11.100.000 oleh putusan Singapore Internasional Abitration Centre (SIAC).

"Atas pendaftaran itu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa Putusan SIAC dapat dilakukan eksekusi di Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata JPU KPK. 

Bermula dari aanmaning ini, kemudian Eddy Sindoro memerintahkan Wresti menyuap Edy Nasution. Jumlah imbalan tahap pertama yang disepakati sebesar Rp100 juta pada Januari 2016. 

Sedangkan, untuk urusan PK PT AAL yang sudah lewat jadwal, Eddy Nasution menyepakati imbalan Rp500 juta kepada Wresti. 

Atas dakwaan ini, Eddy Sindoro pun menerimanya dan tak ingin mengajukan keberatan dakwaan (eksepsi). 

"Saya tidak akan mengajukan eksepsi," ujar Eddy singkat kepada majelis hakim. Kendati demikian, dia tak mau menjelaskan alasamnya mengapa tak mengajukan eksepsi. 

Dalam dakwaan ini pula, dia disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. 
 

img
Rakhmad Hidayatulloh Permana
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan