close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ombak menghempas tanggul di Teluk Palu, Sulawesi Tengah, Senin (12/8). Antara Foto.
icon caption
Ombak menghempas tanggul di Teluk Palu, Sulawesi Tengah, Senin (12/8). Antara Foto.
Nasional
Minggu, 08 September 2019 00:00

Jalan layang solusi kurangi risiko tsunami dan gempa di Teluk Palu

Para ahli nasional merekomendasikan pembangunan jalan layang di kawasan pesisir Kota Palu.
swipe

Setelah menggelar diskusi ilmiah panel ahli dan kunjungan lapangan yang difasilitasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Kota Palu, Agustus lalu, para ahli nasional merekomendasikan pembangunan jalan layang di kawasan pesisir Kota Palu.

"Dalam upaya rekonstruksi dan rehabilitasi, panel ahli merekomendasikan pembangunan elevated road (jalan layang) sebagai jalur utama logistik di Sulawesi Tengah. Elevated road ini dapat pula difungsikan sebagai pengontrol tata ruang di kawasan zona merah dan juga dinilai dapat mereduksi energi tsunami," kata Ketua Kelompok Kerja II Bidang Pemulihan Infrastruktur Wilayah Bappenas, Abdul Malik Sadat Idris yang dikutip Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola melalui Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Pemprov Sulteng, Harus Kariming di Palu, Sabtu (7/9).

Jalan layang tersebut bertujuan untuk mengurangi risiko terhadap ancaman tsunami yang akan terjadi di wilayah pesisir Kota Palu di masa yang akan datang. Mengingat pesisir Kota Palu merupakan teluk.

Rekomendasi para ahli itu, lanjutnya, tertuang dalam surat Bappenas nomor 10716/Dt.6.1/08/2019 perihal penyampaian rekomendasi ahli nasional tentang perlindungan pesisir Palu terhadap ancaman tsunami, gempa bumi, dan likuefaksi yang ditandatangani Direktur Pengairan dan Irigasi selaku Ketua Kelompok Kerja II Bidang Pemulihan Infrastruktur Wilayah Bappenas, Abdul Malik Sadat Idris pada 29 Agustus 2019.

"Untuk mengetahui secara detail efek reduksi terhadap tsunami, elevated road beserta integrasinya dengan infrastruktur pengamanan pantai kritis perlu dimodelkan berdasarkan skenario kejadian bencana terakhir (tahun 2018 dengan tinggi tsunami 3-5 meter dan periode 4 menit)," ujarnya.

Dengan demikian, lanjutnya, rancangan tinggi jalan layang harus disesuaikan dengan fungsi barunya, yaitu sebagai peredam energi tsunami dan pelindung dari gelombang tinggi sehingga elevasi bisa direduksi.

Para ahli juga menekankan perlunya pemilihan material yang tepat dalam pembangunan pengaman pantai dan jalan layang untuk menghindari efek secindary disaster jika terjadi tsunami.

"Untuk itu, pemodelan fisik laboratorium harus mampu memperlihatkan perilaku material pada saat kejadian tsunami," katanya.

Haris menerangkan, para ahli tersebut juga menekankan perlunya penyusunan detail engineering design tentang perencanaan drainase di bagian belakang jalan layang. Jalan layang pada ketinggian tertentu dapat mencegah terjadinya rob, tetapi di sisi lain dapat menghambat aliran drainase ke arah laut.

Untuk itu, desain jalan layang yang dibuat harus tahan terhadap air laut dan intrusi air laut. Selain itu, daerah di belakang jalan layang harus diperlakukan sebagai polder yang dilengkapi dengan pompa dan dikelola dengan prinsip air yang tepat. (Ant).

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan