Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meminta masyarakat tidak menggeneralisasi kotak amal yang ada di berbagai tempat, terutama di masjid, disalahgunakan untuk mendanai aktivitas ekstremisme.
"Kalau rumah ibadah, mungkin, ya, kita juga mengatakan tidak (lepas dari potensi penyalahgunaan kotak amal untuk pendanaan teror), tetapi jangan juga digeneralisir," ujarnya dalam webinar Alinea Forum, bertajuk "Membajak Kedermawanan Rakyat; Eksistensi Kelompok Teror dan Penggalangan Dana," Senin (28/12).
Meski demikian, dia menegaskan, penyalahgunaan kotak amal dengan cara menyalurkan dana untuk menunjang hidup kelompok terorisme, seperti memenuhi biaya pelatihan militer dan sebagainya, harus diwaspadai masyarakat.
"Ini yang perlu kita waspadai agar jangan ada anak-anak kita yang sudah meyakini itu dan menghalalkan segala macam cara untuk berangkat ke sana karena dia anggap bagian dari jihad, sementara dalam negeri berkonflik tidak jelas, siapa lawan-siapa kawan," terang Irfan.
Pada kesempatan sama, mantan amir Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Haris Amir Falah, mengingatkan warga cermat memberikan donasi melalui lembaga penyalur. Sebab, modus penggalangan dana untuk teror kerap berubah seiring perkembangan zaman.
"Kemungkinan besar, barangkali ke depan, dia (kelompok radikalisme) tidak gunakan nama Islam supaya orang lebih terkelabui lagi, gitu. Jadi, itu sulitlah bagi kita (mendeteksi)," terangnya.
Menurutnya, salah satu cara efektif untuk berdonasi dengan cara langsung kepada warga yang membutuhkan mengingat salah satu modus penggalangan dana terorisme yang sudah digunakan melalui kegiatan pengajian. Cara ini, yang dipraktikkan Jamaah Islamiyah (JI) di Bandung, terbilang sulit diidentifikasi masyarakat awam.
"Kasus JI ini yang tertangkap di Bandung. Ada seorang ibu-ibu pengusaha yang menanyakan ke saya, 'Ini gimana saya pernah berinfak banyak?' Tetapi, mereka enggak tahu kalau itu akhirnya digunakan untuk dana pelatihan. Ini, kan, jadi dilematis bagi mereka," tutur Haris.