Pemeriksaan Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) Yudi Purnomo Harahap oleh Dewan Pengawas KPK dinilai janggal. Pemeriksaan yang dilakukan, berkaitan dengan sikap WP KPK atas pemberhentian penyidik lembaga antirasuah Kompol Rossa Purbo Bekti.
Atas hal ini, Koalisi Masyarakat Sipil meminta pemeriksaan tersebut dihentikan. Koalisi tersebut terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), YLBHI, Pukat UGM, Pusako FH UNAND, KontraS, dan PSHK.
"Kami menuntut agar Dewan Pengawas menghentikan proses pemeriksaan Ketua Wadah Pegawai KPK," ujar salah satu anggota koalisi dari ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangan resmi yang diterima Alinea.id, Senin (16/3).
Pemeriksaan terhadap Yudi dilakukan sebagai tindak lanjut atas dugaan pelanggaran etik yang dilaporkan seorang pegawai KPK terhadap Yudi, lantaran pernyataannya ke publik terkait pengembalian Rossa ke Korps Bhayangkara.
Yudi dituduh melakukan pelanggaran etik lantaran menyebarkan informasi ke publik bahwa Rossa tidak diberi gaji pada Februari 2020, akibat diberhentikan per 31 Januari 2020.
Bagi Kurnia, pernyataan yang disampaikan Yudi terkait polemik pengembalian Rossa harus dipandang sebagai pengejawantahan nilai keterbukaan, akuntabilitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia yang melekat di KPK.
Saharusnya, kata Kurnia, Dewan Pengawas KPK dapat memahami bahwa KPK merupakan institusi yang menunjung tinggi nilai demokrasi. "Sehingga tidak tepat jika pihak-pihak yang menyuarakan persoalan yang ada di internal KPK justru malah dijatuhkan sanksi," kata Kurnia.
Dia juga menilai, pernyataan Yudi merupakan suatu fakta adanya potensi dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri dan jajarannya, atas pengembalian sepihak Rossa ke instusi Polri. Hal itu diyakininya lantaran terdapat dua surat penolakan dari Korps Bhayangkara atas pengembalian Rossa.
Adapun kedua surat tersebut diteken oleh Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono, tertanggal 21 Januari 2020 dan 29 Januari 2020. Kedua surat itu menegaskan sikap Polri yang menolak pengembalian Rossa, agar ia menuntaskan massa baktinya yang berakhir pada September 2020.
Bagi Kurnia, sikap Yudi selaku Ketua WP KPK telah sejalan dengan Kode Etik Pegawai KPK pada huruf D bagian Profesionalisme angka 2. Dalam ketentuan itu disebutkan bahwa setiap pegawai harus menolak keputusan, kebijakan, atau instruksi atasan yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
"Untuk itu, tidak semestinya langkah itu dipandang sebagai pembangkangan terhadap institusi KPK. Dewan Pengawas harus menyelidiki temuan yang disampaikan oleh Ketua Wadah Pegawai KPK dengan memanggil dan meminta keterangan Pimpinan KPK," ujar Kurnia.
Sebagai informasi, pengembalian Rossa ke institusi Polri sempat menjadi polemik. Rossa merupakan salah satu penyidik yang tergabung dalam tim satgas kasus dugaan suap yang melibatkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan eks caleg PDI-P Harun Masiku.
Firli Cs mengembalikan Rossa ke Polri atas surat bernomor B/253/KP.07.00/01-54/01/2020. Pengembalian ini merespons surat penarikan Rossa dari Polri tertanggal 13 Januari 2020.
Namun Polri justru membatalkan penarikan itu dengan surat yang diteken oleh Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono, tertanggal 21 Januari 2020. Akan tetapi, Firli Cs bersikeras tetap mengembalikan Rossa ke Korps Bhayangkara.
Atas dasar itu, Polri kembali melayangkan surat tertanggal 29 Januari. Dalam surat itu, Korps Bhayangkara menegaskan tidak akan mengembalikan Rossa hingga masa baktinya berakhir di KPK pada September 2020.