Unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang KPK dan RUU KUHP kembali menelan korban jiwa. Kali ini, menimpa Akbar Alamsyah yang tewas karena mengalami luka serius yang cukup parah. Selain di bagian kepala, pihak keluarga menyatakan bagian ginjal Akbar Alamsyah juga hancur.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHBI) bidang Advokasi, Muhamad Isnur, mengatakan pihaknya menduga terjadi sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menangani aksi unjuk rasa mahasiswa, terutama yang berlangsung di Gedung DPR-MPR pada 24 dan 25 September 2019.
Kepolisian, kata Isnur, mengklaim bahwa Akbar meninggal karena luka yang diakibatkan terjatuh dari pagar saat mengikuti unjuk rasa. Namun, pihak keluarga merasa janggal dan meragukan pernyataan tersebut setelah melihat luka-luka di sekujur tubuh Akbar yang tidak seperti bekas terjatuh.
Isnur mengatakan, perbedaan pandangan tersebut menimbulkan kecurigaan tentang penyebab kematian Akbar yang sebetulnya.
“Yang ditemukan di lapangan oleh keluarga ginjal Akbar hancur. Tengkorak tempurung kepalanya juga remuk. Ini bukan karena jatuh. Kalau jatuh itu yang luka pasti lehernya, bukan kepalanya. Jadi, keterangan yang diberikan polisi dan keterangan keluarga menciptakan banyak kecurigaan di sana,” kata Isnur di Jakarta seperti dikutip dari Antara pada Sabtu (12/10).
Isnur mendesak agar kematian janggal yang menimpa Akbar Alamsyah dapat segera diungkap. Menurut dia, polisi harus melakukan evaluasi pada tiap operasi yang dilakukan. Jika ada oknum yang bersalah, kata Isnur, Polri harus segera mengungkap dan memberi sanksi. Polisi tidak boleh langsung membantah begitu saja ketika mendengar informasi negatif terkait anggotanya.
“Jangan kemudian sejak awal denial. Jangan sejak awal menciptakan kecurigaan. Yang keluarga tanyakan adalah kok bisa dia dipindah-pindah rumah sakit? Ada tindakan tertentu tidak ada kabarnya. Harusnya sesegera mungkin keluarga tahu kondisi seperti ini," kata dia.
Jokowi harus turun tangan
Selain itu, Isnur juga mendesak kepada Presiden Joko Widodo untuk turun tangan mengevaluasi kinerja polisi dalam menangani aksi unjuk rasa. Presiden Jokowi disebutnya harus menekan Kapolri, Jenderal Pol Tito Karnavian untuk mengevasluasi anak buahnya dalam menangani aksi unjuk rasa.
“Kami mendesak Pak Presiden juga memberikan tekanan kepada Pak Kapolri untuk mengevaluasi penanganan aksi unjuk rasa di Jabodetabek agar kekerasan terhadap masyarakat sipil tidak terulang di kemudian hari,” ujar Isnur.
Isnur juga menyarankan agar Jokowi melibatkan sejumlah lembaga seperti Komnas HAM dan Ombudsman dalam proses evaluasi tersebut. Pasalnya, kedua lembaga negara tersebut adalah pihak yang diberikan amanat undang-undang.
"Kami mendesak bukan hanya investigasi internal, libatkan Komnas HAM, libatkan Komnas Anak, libatkan Ombudsman. Dan harusnya kepolisian mendengarkan juga catatan mereka,” kata Isnur. (Ant)