close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah. Foto facebook.com/merah.ismail/photos
icon caption
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah. Foto facebook.com/merah.ismail/photos
Nasional
Jumat, 29 Januari 2021 17:51

Jatam: 104 konsesi pertambangan terletak di kawasan rawan bencana

Rezim harus bertanggung jawab, karena menerbitkan izin penguasaan ruang untuk eksploitasi sumber daya alam (SDA).
swipe

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah mengungkapkan, sebanyak 104 konsesi pertambangan berada di kawasan rawan bencana. Padahal, warga setempat pernah memprotes konsesi pertambangan tersebut.

Tercatat, 10 perusahaan tambang yang ditolak warga setempat. Yaitu, Agincourt Resources, Sinar Indah Persada, Citra Palu Mineral, J Resources Bolaang Mongondow, Gorontalo Minerals. Kemudian, Indotan Sumbawa Barat, PT Trio Kencana, PT Dairi Prima Mineral, Meridien Inti Energy, dan Vale Indonesia Tbk

Bahkan, ada 11 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara berada di kawasan rawan bencana. Dari risiko bencana gempa, hingga tsunami. Yaitu, PLTU Suralaya, PLTU Kendari 3, PLTU Labuhan Angin, PLTU Lontar, PLTU Nii Tanasa, PLTU Nagan Raya, PLTU Pangkalan Susu, PLTU Panau, PLTU Sabalang, PLTU Teluk Sepang, dan PLTU Teluk Sirih.

“Kan Presiden Jokowi setahun yang lalu pernah ngomong, ‘Jangan kasih izin, termasuk izin pembangunan apapun di kawasan rawan dan rentan bencana’. Tetapi, kenyataannya, kami menemukan ada 104 konsesi mineral dan batu bara di seluruh Indonesia,” ujar Merah dalam konferensi pers virtual, Jumat (29/1).

Hingga saat ini, ada sebanyak 3.092 lubang tambang di Indonesia. Dari 2014 hingga 2020, sebanyak 168 orang meninggal dunia sebagai korban lubang tambang. Untuk itu, dia menuntut pemerintah bertanggung jawab atas perusakan lingkungan oleh perusahaan tambang.

Menurut Merah, hutan dan lingkungan justru rusak ketika diurus negara. Semua rezim harus bertanggung jawab, karena menerbitkan izin penguasaan ruang untuk eksploitasi sumber daya alam (SDA). Ironisnya, belakangan ini di media justru diperlihatkan saling lempar kesalahan terkait penerbitan izin tersebut. Padahal, penerbit izin tersebut tetaplah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Ia pun menyebut, partai politik turut bertanggung jawab dan berkontribusi dalam bencana ekologis saat ini. “Ini menunjukkan bahwa memang negara ini krisis gagasan dan wawasan kebangsaan. Saling menyalahkan buang badan dan tidak mau bertanggung jawab. Orang-orang yang mengurus KLHK adalah elite pucuk partai atau memiliki relasi dengan partai politik,” tutur Merah.

Sebelumnya, BMKG menyebut ada potensi multibahaya akibat dari cuaca ekstrem dan bencana alam. Dari gempa bumi hingga tsunami diprediksi akan terjadi pada Januari-Maret 2021.

"Puncaknya untuk bencana hidrometeorologi itu dikhawatirkan Januari-Februari," kata Ketua BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan pers virtual, Jumat (15/1). Menurutnya, ada peluang cuaca ekstrem dan bencana alam dapat terjadi bersamaan.

Terkait hal itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat telah terjadi 185 bencana dalam rentang waktu 1-21 Januari 2021. Data per 21 Januari 2021 pukul 10.00 WIB, bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan puting beliung, masih mendominasi.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan